asKep empiemA

BAB I

Konsep Dasar Empiema

A, Pengertian

Empiema adalah pengumpulan cairan purulen(pus) dalam kavitas pleural. Pada awalnya cairan pleura sedikit, dengan hitung leukosit rendah, tetepi seringkali cairan ini berkembang ke tahap fibro purulen dan akhirnya ke tahap dimana cairan tersebut membungkus paru dan membrane eksudatif yang tebal. Kondisi ini dapat terjadi jika abses paru meluas sampai kavitas pleural. Meskipun empiema bukan merupakan komplikasi lazim infeksi paru, empiema dapat saja terjadi jika pengobatan terlambat.

B. Patogenesis

Hampir selalu penyebab empiema adalah infeksi paru, kecuali adalah empiema paska trauma atau selulitis di dekat pleura.

Oleh karena infeksi Pneumonia terjadi sumbatan bronkioli atau alveoli, keadaan ii menyebabkan akan mengganggu pengembangan paru atau faal pernafasan, dengn empiema akan bertambah lagi gangguan pernafasan karena pendorongan paru atau mediastinum. Infeksi oleh sebab apapun akan mengganggu penyerapan cairan pleura, dan cairan ini menjadi lebih baik lagi untuk pertumbuhan kuman.

Perkembangan keadaan Empiema dibagi dalam 4 fase :

  1. Fase Eksudat.Pada keadaan ini cairan di pleura biasanya jernih, meskipun viskositas cairan lebih tinggi daripada cairan transudat.Biasanya fase ini akan berlangsung denga cepat, dalam beberapa jam sampai beberapa hari saja.
  2. Fase Fibro Purulen. Setelah dilewati fase eksudat akan masuk ke fase fibro purulen. Pada keadaan ini pus yang didapat adalah kental dan di dalamnya terdapat fibrin-fibrin yang menyulitkan untuk mengeluarkan pus dengan pungsi atau dengan WSD. Adanya fibri dapat juga menyebabkanlokulasi empiema. Biasanya Fase ini juga berjalan hanya beberapa hari saja.
  3. Fase Organisasi. Setelah dilewati fase fibrino purulen, masuk pada fase organisasi. Pada fase ini tidak berarti empiema sudah baik karena orgnisasipus menyebabkan pus akan bersepta-septa atau lokulasi. Keadaan ini akan menyebabkan penyembuhan lebih sulit. Dengan adanya organisasi juga menyebabkan penebalan pleura visceralis yang akan menyebabkan hambatan pengembangan paru.

C. Patofisiologi

Oleh karena infeksi paru terjadi penyempitan atau tertutupnya bronkioli dan alveoli.keadaan ini akan menyebabkan gangguan pengembangan paru dan respirasi.pada empiema akut sekat mediastinum masih dapat bergerak ke kiri dankekanan.Bila ada tekanan positif dari salah satu rongga dada akan meyebabkan sekat mediastinum ini bergeser kesisi yang sehat.Bila oleh karena empiema atau oleh udara baik oleh fistel atau oleh istrogenik akan menyebabkan gangguan kebih besar lagi.Radang dipleura akan durasakan penderita sebagai rasa sakit.Bila keadaan berlanjut terjadi fibrosis di jaringan paru bawah pleura akan menyebabkan gangguan faal respirasi.

D.Manifestasi klinis

Pasien mengalami demam,berkeringat malam,nyeri pleural,dipsnea,anoreksia,dan penurunan berat badan.Auskultasi dada memperlihatkan tidak terdengarnya bunyi napas dan terdapat bunyi datar pada saat perkusi dada, juga penurunan fremitus(vibrasi local terdeteksi saat palpasi).Jika pasien telah mendapat terapi anti mikroba,manifestasi klinis dapat berubah.Diadnosis ditegakkan dengan hasil rontgen dada dan torasentesis.

E.Pemeriksaan Diagnostik

1.Rontgen dada

2.Torasentesis

3.Sinar x.Mengidentifikasi distribusi stuktural,menyatakan abses luas/infiltrate,empiema(strafilokokus).infiltrat menyebar atau terlokalisasi(bacterial).

4.GDA /nadi oksimetri.Tidak normal mungkin terjadi,tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada

5.Tes fungsi paru.Dilakukan untuk menentukan penyebab dipsnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi,untuk memperkirakan derajat disfungsi.

6.Pemeriksaan Gram/kultur sputum dan darah

Dapat diambil dengan biopsy jarum,aspirasi transtrakeal,bronkoskopi fiberoptik atau biopsy pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab.Lebih dari satu tipe organisme ada: bakteri yang umum meliputi diplokokus pneumonia,strafilokokus aureus,A-hemolitik streptokokus,haemophilus influenza:CMV.Catatan: kultur sputum dapat tak mengidentifikasi semua organisme yang ada,kultur darah dapat menunjukkan bakterimia sementara.

7.EKG latihan,tes stress

Membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru perencanaan/evaluasi program latihan.

F. Penatalaksanaan Medis.

Tujuan pengobatan ini adalah untuk mengalirka cairan dalam kavitas pleura dan untuk mencapai ekspansi paru sempurna. Cairan dilirkan dan diresepkan antibiotic yang sesuai dengan organisme penyebab. Antibiotik dalam dosis yang besar biasanya diberikn streptokinase dapat juga dimasukkn kedalam ruang untuk mencegah akumulasi cairan lebih lanjut.

Ada 3 dasar atau prinsip pengobatan paru :

  1. Pengeluaran pus seluruhnya, sehingga
  2. Paru dapat mengembang sampai pleura parietalis menempel dengan pleura visceralis atau dengan kata lain oblitrasi ronnga empiema
  3. Memberantas infeksi dengan antibiotic.

Drainase cairan pleura tergantung pada tahap penyakit dan dilkukan dengan :

    • Aspirasi jarum atau torasintesis dengan kateter perkutan yang kecil, jika caitn tidak terlalu banyak.
    • Drainase dada tertutup menggunakan selang interkostal dengan diameter besar yang disambungkan ke drainase water-seal.
    • Drainase terbuka dengan cara reseksi iga untuk mengangkat pleura yang mengalami penebalan, pus dan debris serta untuk mengangkat jaringan paru yang sakit di bawahnya.

Jika inflamasi telah berlangsung lama, eksudat dapat terjadi diatas paru dan menggangu ekspansi normal paru. Dalam keadaan ini diperlukan pembuangan eksudat melalui tindakan bedah (dekortikasi)

BAB II

Asuhan Keperawatan pada Pasien

Dengan Empiema

  1. Pengkajian

1.Dasar Data Pengkajian Pasien

1. Aktivitas / istirahat

Gejala : Keletihan, kelelahan, dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan

Tanda : Keletihan, gelisah, kelemhan umum/ kehilangan massa otot, takikardia, dispnea, nyeri.

2. Integritas Ego

Gejala : Peningkatan Faktor resiko, perubahan pola hidup, ketakutan

Tanda : ansietas, peka rangsan, gelisah, wajah tegang, peningkatan keringat

3. Makanan / cairan

Gejala : mual, muntah, ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan, kehilangan nafsu makan

Tanda : Turgor kulit buruk,kering, kehilangan tonus, berkeringat

4. Hiegien

Gejala : Penurunan kemampuan atau peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari

Tanda : kebersihan buruk, bau badan.

5. Pernapasan

Gejala : Nafas pendek, batuk menetap dengan produksi sputum stiap hari, dispnea

Tanda : Takipnea, dispnea, batuk, pengembangan pernafasan tak simetri, perkusi pekak,penurunan fremits, bunyi nafas menurun/ tak ada secara bilateral atau uni lateral

6. Keamanan

Gejala : Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat atau factor-faktor lingkungan adanya/ berulangnya infeksi.

7. Interaksi Sosial

Gejala : Hubungan ketergantungan, kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/ orang terdekat, penyakit lama atau ketidakmampuan membaik.

Tanda : ketidakmampuan untuk membuat/ memoertahankan suara karena distress pernafasan, kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.

8. Penyuluhan/ pembelajaran

Gejala : Penggunaan/penyalahgunaan obat pernapasan, kegagalan untuk membaik

Pertimbangan Rencana Pemulangan : Perubahan pengobatn/program terapeutik, bantuan perawatan diri, pengaturan rumah/memelihara.

2. Pemeriksaan Fisik

  • Dispnea berat, napas pendek
  • Diaforesis
  • Ketidaknormalan irama,frekuensi dan kedalaman napas
  • Warna kulit tidak normal, misalnya pucat dan kehitaman
  • Bunyi napas tak normal, misalnya mengi ronkhi
  • Batuk menetap dengan / tanpa produksi sputum
  • Nyeri dada
  • Kehilangan massa, tonus otot buruk
  • Menangis, cemas
  • Mual, muntah
  • Batuk berlebihan
  • Lemah, letih, lelah
  • Ansietas
  • Somnolen
  • Takipnea

  1. Diagnosa Keperawatan

1. DP 1

Gangguan Pertukaran gas b.d gangguan suplai oksigen, kerusakan alveoli, ketidakseimbangan perfusi-ventilasi

v Batasan Karakteristik

Subjektif : dispnea, sakit kepala pada saat bangun, gangguan penglihtan.

Objektif : gas darah arteri tidak normal, pH arteri tidak normal, ketidak normalan frekuensi, irama dan kedalaman nafas, warna kulit tidak normal, misalnya pucat dan kehitaman, konfusi, sianosis(hanya pada neonatus), CO2 menurun, diaforesis, hiperkapnia,hiperkardia, hipoksia, hipoksemia, iritabilitas, cuping hidung mengembang, gelisah, somnolen, takikardia

v Tujuan / Hasil

Status pernapasan : pertukaran gas : CO2 atau O2 di alveolar ub\ntuk mempertahankan konsentrasi gas darah arteri dan bebas gejala distress pernafasan

Status pernapasan : ventilasi : perpindahan udara masuk dan keluar dari paru-paru

v Kriteria Evaluasi

Gangguan pertukaran gas akan terkurangi yang membuktikn dengan status pernapasan : pertukaran gs dan status pernapasan : ventilasi tidak bermasalah

Status pernapsan : pertukaran gas tidak akan terganggu dibuktikan dengan indicator gangguan sbb :

Status neurologist dalam rentang yang diharapkan, dispnea pada saat istirahat dan aktivitas tidak ada, gelisah,sionosi dan keletihan tidak ada,Pao2,Paco2,PH arteri,dan saturasi o2 dalam batas normal,end tidal Co2 dalam rentang yang diharapkan.

v Intervensi dan rasionalisasi

Intervensi

Rasional

Mandiri

1.Kaji frekuensi,kedalaman .pernapasan,catat penggunaan otot aksesori,napas bibir,ketidakmampuan bicara/berbincang.

2.Tinggikan kepala tempat tidur,Bantu pasien untuk memilih posisi yang dalam perlahan atau napas bibir sesuai kebutuhan /toleransi individu.

  1. Kaji/awasi secara rutin kualitas warna membrane mukosa
  2. Auskultasi bunyi napas ,catat area penurunan aliran udara dan/bunyi tambahan.
  3. Awasi tinkat kesadaran selidiki adanya perubahan
  4. Awasi tanda vital

Kolaborasi

7.Awasi/gambarkan seri GDA dan

nadi oksimetri

8.Berikan oksigan tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien

9.Bantu intubasi,berikan/pertahankan ventilasi mekanik,atau narkotik dengan hati-hati.

1. Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan/atau kronisnya proses penyakit.

2.Pengiriman oksigen

0 komentar:

By :
Free Blog Templates