koNseP dasaR cOr puLmonaLe

BAB I

KONSEP DASAR

1. DEFINISI

Cor Pulmonal (CP) adalah suatu keadaan di mana terdapat hipertrofi dan atau dilatasi dari ventrikel kanan sebagai akibat dari hipertensi (arteri) pulmonal yang disebabkan oleh penyakit intrinsik dari parenkim paru, dinding thoraks maupun vaskuler paru. Karena itu untuk mendiagnosa CP maka harus disingkirkan adanya stenosis Mitral, Kelainan Jantung Bawaan atau Gagal Jantung Kiri yang juga menyebabkan dilatasi dan hipertrofi ventrikel kanan. CP dapat bersifat akut akibat adanya emboli paru yang pasif, dapat juga bersifat kronis. (Yogiarto,M dan Baktiyasa,B : 2003).

Ini adalah penyakit jantung karena peningkatan tekanan darah dalam pembuluh- pembuluh nadi paru. Penyakit jantung pulmonal terkadang timbul sekunder dengan penyakit paru- paru seperti emfisema, silicosis atau fibrosis pulmonal, yaitu darah dialirkan lewat paru- paru dengan sulit. (F. Knight, John : 1995)

2. ANATOMI DAN FISIOLOGI

3. ETIOLOGI

Etiologi dari CP secara garis besar dapat dibagi menjadi sebagai berikut :

A. Penyakit Parenkim Paru, Penyakit Paru Obstruktif Menahun (merupakan penyebab tersering CP kronis), Bronki Ektasis, Sistik Fibrosis, penyakit Paru Restriktif, Pneumokoniosis, Sarcoidosis.

B. Kelainan Dinding Thoraks dan otot pernapasan, Kiposkoliosis, Amiotrofik Lateral Sclerosis, Miastenia Gravis.

C. Sindroma Pickwikian dan Sleep Opnea.

D. Penyakit Vaskuler Paru, Emboli paru berulang atau emboli paru pasif, emboli paru yang masih pasif merupakan penyebab tersering dari CP akut sedangkat emboli paru berulang dapat menyebabkan CP Kronis, Hipertensi Pulmonal primer, Anemia sel sabit, Schistosomiosis, Skleroderma.

4. MANIFESTASI UMUM

Istilah ”cor pulmonale” menggambarkan hipertrofi ventrikel kanan yang akhirnya menyebabkan gagal jantung karena penyakit paru dan hipoksia yang menyertai. Gambaran klinisnya tergantung pada penyakit primernya juga pengaruhnya terhadap jantung.

Cor pulmanale terutama disebabkan oleh penyakit paru obstruksi kronis. Penyebab lainnya yang jarang adalah pneumokoniosis, fibrosis paru, kifoskoliosis, hipertensi pulmonal primer, emboli paru berulang baik subklinis maupun klinis, sindrom Pickwickian, schitosomiasis, dan infiltrasi kapiler paru obliteratif atau infiltrasi limfatik dari metastase karsinoma.

Gejala- gejala pokok penyakit paru- paru muncul, termasuk batuk- batuk dengan dahak, sesak nafas, bengek, pembesaran jantung, dan gagal jantung.

5. MANIFESTASI KLINIS

Informasi yang didapat bisa berbeda-beda antarasatu penderita yang satu dengan yang lain tergantung pada penyakit dasar yang menyebabkan CP.

M CP akibat Emboli Paru : sesak tiba-tiba pada saat istirahat, kadang-kadang didapatkan batuk-batuk, dan hemoptisis.

M CP dengan PPOM : sesak napas disertai batuk yang produktif (banyak sputum).

M CP dengan Hipertensi Pulmonal primer : sesak napas dan sering pingsan jika beraktifitas (exertional syncope).

M CP dengan kelainan jantung kiri : sesak napas, ortopnea, paroxymal nocturnal dyspnea.

M CP dengan kelainan jantung kanan : bengkak pada perut dan kaki serta cepat lelah.

M Gejala predominan cor pulmonale yang terkompensasi berkaitan dengan penyakit parunya, yaitu batuk produktif kronik, dispnea karena olahraga, wheezing respirasi, kelelahan dan kelemahan. Jika penyakit paru sudah menimbulkan gagal jantung kanan, gejala - gejala ini lebih berat. Edema dependen dan nyeri kuadran kanan atas dapat juga muncul.

M Tanda- tanda cor pulmonale misalnya sianosis, clubbing, vena leher distensi, ventrikel kanan menonjol atau gallop ( atau keduanya), pulsasi sternum bawah atau epigastrium prominen, hati membesar dan nyeri tekan, dan edema dependen.

M Gejala- gejala tambahan ialah:

F Sianosis

F Kurang tanggap/ bingung

F Mata menonjol

Berdasarkan stadium :

  1. Stadium kompensata diagnosa agar sukar:

F Batuk- batuk berdahak,

F Sesak nafas waktu kerja,

F Bunyi P2 mengeras (tanda tekanan sirkulasi kecil meninggi),

F Pulsasi- pulsasi dio epigastrium (tanda hipertrofi ventrikel kanan)

  1. Stadium dekompensata:

F TVJ meninggi,

F Desah sistole SI5 kanan (insufisiensi tricuspidal relatif)

F Hepar membesar

F Edema

F Asites

6. PATOFISIOLOGI

© Cor Pulmonal Acut

Pada emboli paru yang pasif terjadi obstruksi akut yang luas pada pembuluh darah paru. Akibatnya adalah :

o Tahanan Vaskuler paru meningkat

o Hipoksia akibat pertukaran gas di tengah kapiler – alveolar yang terganggu hipoksia tersebut akan menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah arteri paru.

Tahanan vaskuler paru yang meningkat dan vasokontriksi menyebabkan tekanan pembukuh darah arteri paru meningkat (hipertensi pulmonal).

Hipertensi pulmonal yang terjadi secara akut tidak memberikan waktu yang cukup bagi ventrikel kanan untuk berkompensasi, sehingga terjadilah kegagalan jantung kanan akut. Gagal jantung kanan mulai terjadi jika tekanan arteri pulmonalis meningkat tiba-tiba melebihi 40-45 mmHg. Gagal jantung kanan akut ditandai dengan sesak napas kebal yang terjadi secara tiba-tiba, curah jantung menurun (low output state) sampai syok, JVP meningkat, liver yang membengkak dan nyeri, dan bising insufisiensi trikuspidalis.

© Cor Pulmonal Kronis

Seperti yang telah disebutkan, PPOM adalah penyebab tersering CP kronis (lebih dari 50% kasus). Pada penyakit paru kronis maka akan terjadi penurunan vaskuler bed paru, hipoksia, dan hiperkapnia/asidosis respiratorik. Hipoksia dapat mengakibatkan penyempitan pembuluh darah arteri paru, demikian asidosis respiratorik. Di samping itu hipoksia akan menimbulkan polisitemia sehingga viskositas darah akan meningkat. Viskositas darah yang meningkat ini pada akhirnya juga akan meningkatkan tekanan pembuluh darah arteri paru akan meningkat. Jadi adanya penurunan vaskuler bed, hiposia, dan hiperkapnia akan meningkatkan tekanan darah (arteri pulmonal), hal ini disebut hipertensi pulmonal. Adanya hipertensi pulmonal menyebabkan beban tekanan pada ventrikel kanan, sehingga ventrikel kanan melakukan mekanisme kompensasi berupa hipertrofi dan dilatasi. Jiks mekanisme kompensasi ini gagal maka terjadilah gagal jantung kanan.

Penyakit paru kronis

Hipoksia penurunan Vaskular bed asidosis dan hiperkapnia

Polisitemia Hipertensi pulmonal Hipertrofi dan dilatasi Ventrikel kanan

Cor Pulmonal Compensata Cor Pulmonal Decompensenta

7. KOMPLIKASI

a. Emfisema

b. Gagal jantung kanan

c. Gagal jantung kiri

d. Hipertensi pulmonal primer

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG

J PEMERIKSAAN EKG

F Biasanya menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan dan abnormalitas atrium kanan. Sering pula didapatkan aritmia ventrikuler dan atau supra ventrikuler. Poor progression of R pada sandapan prekordial merupakan tanda yang seringkali disalahartikan sebagai infark miokard lama.

F EKG menunjukkan deviasi aksis ke kanan dan gelombang P lancip. Gelombang S dalam tampak pada lead V6. deviasi aksis kekanan dan voltase rendah dapat tampak pada pasien dengan emfisema paru. Hipertrofi ventrikel kanan jarang kecuali pada ” hipertensi pulmonal primer”. EKG sering menunjukkan infark miokard. Gelombang Q dapat muncul pada lead II, III, dan aVF karena posisi ventrikel jantung., tetapi gelombang Q ini jarang dalam atau dangkal, seperti pada infark miokard. Aritmia supraventrikuler sering muncul tetapi non spesifik.

F Adanya hipertfofi atrium, ventrikel kanan atau kedua- duanya.

J PEMERIKSAAN FOTO THORAKS

Tanda yang serimg didapatkan adalah :

1. kelainan pada parenkim paru, pleura maupun dinding thorak tergantung penyakit dasarnya.

2. Pelebaran trunkus pulmonalis pada daerah hilus disertai penurunan gambaran vaskuler paru drastis di daerah perifer, sehingga menimbulkan gambaran pohon gundul (pruned tree).

3. Pembesaran ventrikel kanan.

4. Pelebaran Vena Cava Superior.

5. Jika ada emphysema maka diafragma agak rendah, conus pulmonalis melebar

J PEMERIKSAAN LABORATORIUM

F Pada penderita CP pemeriksaan fungsi paru menunjukkan kelainan restriktif atau obstruksi berat (atau gabungan keduanya). Pemeriksaan AGD dapat menunjukkan adanya hipoksia dan atau hiperkapnia/asidosis respiratorik. Pada beberapa penderita CP AGDnya normal pada saat istirahat, tetapi pada saat istirahat, tetapi pada saat beraktifitas pemeriksaan AGDnya menunjukkan adanya hipoksiaberat disertai hiperkapnia, hal ini membuktikan bahwa etiologi sesak napasnya adalah kelainan paru. Pada penderita CP dengan hipoksia yang bermakna (saturasi oksigen arterial £ 90%) seringkali menderita polisitemia.

F Polisitemia (hemoglobin dan eritrosit meninggi) akibat PPOM (Penyakit Paru Obstruksi Menahun). Saturasi oksigen kurang dari 85%; PCO2 dapat meningkat atau normal.

F Faal paru menurun, yaitu:

S F.V.C. berkurang (N = 5,80 L)

S F. E. V1 berkurang (N = 4,32 L)

F Analisa gas darah:

S PO2 kurang dari 6o mmHg

S PCO2 lebih besar dari 49 mmHg

F pH darah rendah

F Waktu sirkulasi stadium dekompensata akan memanjang

J PEMERIKSAAN EKOKARDIOGRAFI

Pemeriksaan ini sangat menunjang diagnosis CP. Tetapi pada penderita CP dengan PPOM sebagai penyakit dasarnya, seringkali sulit untuk mendapatkan gambar ekokardiografi tampak adanya pembesaran (dilatasi) ventrikel kanan, tanpa adanya kelainan struktur pada jantung kiri. Pada pemeriksaan M mode, katup pulmonal menunjukkan tanda hipertensi pulmonal. Pemeriksaan ekokardiografi dengan Doopler dan atau dengan Color Mapping dapat ditunjukkan adanya regurgitasi trikuspidalis dan katup pulmonal.

J RONTGEN DADA

Radiografi dada menyingkirkan ada tidaknya penyakit parenkim paru dan ventrikel kanan dan arteri pulmonalis yang menonjol atau membesar.

J PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Tes fungsi paru biasanya dapat mengkonfirmasi penyakit paru yang mendasari. Ekokardiogram diharapkan menunjukkan ukuran dan fungsi ventrikel kiri normal tetapi ventrikel kanan dilatasi. Scan paru perfusi jarang memberikan manfaat, jika negatif dapat untuk menyingkirkan emboli paru, suatu penyebab cor pulmonale yang cukup sering. Angiografi pulmoner merupakan metode diagnosis yang paling spesifik untuk adanya emboli paru, tetapiu cara ini meningkatkan risiko jika dilakukan pada pasien dengan hipertensi pulmonal.

9. PENATALAKSANAAN MEDIS

F Terapi ditujukan pada proses- proses paru yang menyebabkan gagal jantung kanan. Pemberian oksigen, pembatasan garam dan cairan, dan diuretik tetap dilakukan; digitalis tidak diperlukan untuk gagal jantung kanan kecuali jika ada fibrilasi atrial.

F Istirahat

F Atasi infeksi saluran nafas

F Memperbaiki ventilasi

F Bronkodilator

F Aspirasi sekret bronkus

F O2 (1- 3 1/m)

F Jika dekompensasi diberikan; digitalis, diuretik, dan diet yang rendah garam. Pemberian digitalis harus berhti- hati, karena dalam keadaan hipoksia, dan kalium yang rendah mudah terjadi, sehingga mudah terjadi asidosis respiratorik dan alkalosis metabolik, dan bahaya intoksikasi lebih besar.

F Antibiotik sering diberikan, dan dalam keadaan terpaksa juga diberikan oksigen dengan alat pernafasan khusus supaya oksigen cukup didalam darah.

1 komentar:

cha z@ mengatakan...

keren sena....

By :
Free Blog Templates