Konsep Dasar Bronchopneumoniaa.


BAB I
KONSEP DASAR
I. PENDAHULUAN
Berbagai penyakit paru kini merupakan masalah kesehatan. Penyakit infeksi , tuberculosis maupun non-tuberculosis, asma dan PPOM, kanker paru dan juga penyakit paru akibat kerja merupakan contoh-contoh penyakit yang mempunyai dampak yang luas di masyarakat.



Kedokteran respirasi (repiratory medicine) saat ini agaknya merupakan istilah yang lebih tepat dan lebih banyak dikemukakan oleh karena cakupan yang luas serta mmepunyai pengaruh sosial ekonomi dan budaya. Hal ini tidak mengherankan karena paru merupkan organ dalam tubuh yang berhubungan langsung dengan udara luar atau lingkungan, hingga perubahan tersebut di atas berpengaruh langsung terhadap kesehatan paru, contohnya adalah


smoking related desease, penyakit paru kerja, TB, asma, dan lain-lain. Hal-hal tersebut berarti bila ingin menanggulangi penyakit-penyakit paru dan meningkatkan kesehatan paru secara menyeluruh, aspek kuratif menjadi sebagian saja dari pendekatan yang harus dilakukan. Upaya promotif, preventif dan rehabilitatif ,sudah seharusnya diluaskan cakupannya. Khusus untuk Indonesia, penyakit-penyakit infeksi paru masih merupkan penyebab kematian yang amat penting dan masih sering dijumpai dalam pola morbiditas yang ada, demikian pula dengan asma bronkial, dan penyakit paru obstruktif.
Anak dengan daya tahan terganggu akan menderita bronkopneumoni berulang atau tidak dapat menanggulangi penyakit ini dengan sempurna. Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya bronkopneumoni adalah daya tahan tubuh yang menurun, misalnya akibat malnutrisi energi protein, penyakit menahun, faktor iatrogenen seperti trauma pada paru, anastesia, aspirasi, pengobatan dengan antibiotik yang tidak sempurna.
Radang paru adalah peradangan di paru-paru yang banyak disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus. Pneumoni dapat menyebabkan kita sulit bernapas sebab paru-paru harus bekerja lebih keras untuk mengalirkan oksigen ke paru-paru.
Radang paru biasanya selalu muncul selalu tiba-tiba yang diawali dengan infeksi saluran pernafasan atas, contohnya influenza, pilek, dan gejala umumnya batuk berdahak, seringkali pernafasan menjadi dangkal.
Radang paru-paru yang cukup serius dikenal dengan pneumoni yang biasanya dikenal dengan tuberculosis (TB/TBC).
II. DEFINISI
Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat (Whalley and Wong, 1996).
Bronchopneumonia adalah frekuensi komplikasi pulmonariy, batuk produktif yang lama, tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi meningkat, pernapasan meningkat (Suzanne G. Bare, 1993).
Bronchopneumonia disebut juga pneumonia lobularis, yaitu radang paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan benda-benda asing (Sylvia Anderson, 1994).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satui atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrate yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan benda asing.
III. ETIOLOGI
1. Bakteri : Diplococcus Pneumonia, Pneumococcus, Stretococcus Hemoliticus Aureus, Haemophillus.
2. Influenza : Bacillus Friendlander (Klebsial Pneumonia), Mycobacterium Tuberculosis.
3. Virus : Respiratory Syntical Virus, Virus Influenza, Virus Sitomegalik.
4. Jamur : Citioplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas, Blastomices Dermatides, Cocedirides Immitis, Aspergillus Sp., Candida Albicans, Mycoplasma Pneumonia, Aspirasi benda asing.
5. Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Broncopneumonia adalah daya tahan tubuh yang menurun misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun, pengobatan antibiotic tidak sempurna.
IV. PATOFISIOLOGI
Bronchopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh virus penyebab. Bronchopneumonia yang masuk ke saluran pernapasan sehingga terjadi peradangan Broncus dan alveolus. Inflamasi bronkus ditandai adanya penumpukan secret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif, dan mual. Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps alveoli, fibrosis, emfisema, dan atelektasis.
Kolaps alveoli akan mengakibatkan pemyempitan jalan nafas, sesak nafas, dan nafas ronchi. Fibrosis bisa menyebbakan penurunana fungsi paru dan penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang berfungsi untuk melembabkan rongga pleura. Emfisema (tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru) adalah tindak lanjut dari pembedahan. Atelektasis mengakibatkan peningkatan frekuensi nafas, hipoksemia, achidosis respiratori, pada klien terjadi sianosis, dispnea, dan kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya gagal nafas.


V. PATOFLOW





VI. MANIFESTASI KLINIS
Biasanya didahului infeksi traktus respiratorius bagian atas. Penyakit ini umumnya timbul mendadak, suhu meningkat 39°-40° C disertai menggigil, nafas sesak dan cepat, batuk-batuk yang non produktif “nafas bunyi” pemeriksaan paru saat perkusi redup, saat auskultasi suara nafas ronkhi basah yang halus dan nyaring.
Batuk pilek yang mungkin berat sampai terjadi insufisiensi pernafasan dimulai dengan infeksi salurang bagian atas, penderita batuk ering, sakit kepala, nyeri otot, anoreksia, dan kesulitan menelan.
VII. KOMPLIKASI
Komplikasi dari bronchopneumonia adalah :
1. Atelektasis
Adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
2. Emfisema
Adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
3. Abses paru
Adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
4. Infeksi sistemik
5. Endokarditis
Adalah peradangan pada setiap katup endokardial.
6. Meningitis
Adalah infeksi yang menyerang selaput otak.
VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pengambilan sekret secara broncoscopy dan fungsi paru untuk preparasi langsung, biakan dan test resistensi dapat menemukan atau mencari etiologinya, tetapi cara ini tidak dilakukan karena sangat sukar. Secara laboratorik ditemukan leukositosis biasa 15.000-40.000/m dengan pergeseran LED meninggi. Foto thorax bronkopneumoni terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa lobus.
IX. PENATALAKSANAAN
Kemoterapi untuk mycoplasma pneumonia, dapat diberikan eritromosin 4 x 500 mg sehari atau tetrasiklin 3-4 mg sehari.
Obat-obatan ini meringankan dan mempercepat penyembuhan terutama pada kasus yang berat. Obat-obat penghambat sintesis SNA (Sintosin Antapinosin dan Indoksi Urudin) dan interperon inducer seperti polinosimle, poliudikocid pengobatan simtomatik seperti :
1. Istirahat, penderita tidak perlu dirawat, cukup istirahat di rumah.
2. Simtomatik terhadap batuk.
3. Batuk yang produktif jangan ditekan dengan antitusif.
4. Bila terdapat obstruksi jalan napas, dan lendir serta febris, diberikan broncodilator.
5. Pemberian oksigen umumnya tidak diperlukan, kecuali untuk kasus berat. Antibiotik yang paling baik adalah antibiotik yang sesuai dengan penyebab yang mempunyai spektrum sempit.


BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
* Riwayat kesehatan
* Adanya riwayat infeksi saluran pernapasan sebelumnya : batuk, pilek, demam, anoreksia, sukar menelan, mual, dan muntah.
* Riwayat penyakit yang berhubungan dengan imunitas seperti malnutrisi.
* Anggota keluarga lain yang mengalami sakit saluran pernapasan, batuk produktif, pernapasan cuping hidung, pernapasan cepat dan dangkal, gelisah, sianosis.
2. Pemeriksaan Fisik
* Demam, takipnea, sianosis, pernapasan cuping hidung
* Auskultasi paru ronchi basah
* Laboratorium leukositosis, LED meningkat atau normal
* Rontgen dada abnormal (bercak, konsolidasi yang tersebar pada kedua paru)
* Faktor psikologis atau perkembangan memahami tindakan
* Usia tingkat perkembangan
* Toleransi atau kemampuan memahami tindakan
* Koping
* Pengalaman terpisah dari keluarga atau orang tua
* Pengalaman infeksi saluran pernapasan sebelumnya
* Pengetahuan keluarga atau orang tua
* Tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit saluran pernapasan
* Pengalaman keluarga tentang saluran pernapasan
* Kesiapan atau kemauan keluarga untuk belajar merawat anaknya.
3. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sekret.
2) Ketidakefektifan pola nafas b.d. terjadinya penyempitan jalan nafas karena proses inflamasi.
3) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan.
4) Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
5) Ansietas berhubungan dengan dampak hospitalisasi.
6) Resiko pemenuhan nutrisi cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat.
4. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa 1 : Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sekret.
Tujuan : Bersihan jalan napas kembali efektif
Kriteria hasil : Sekret dapat keluar.


Intervensi :
No.
Intervensi
Rasionalisasi
1.
Mandiri
Monitor status respirasi setiap 2 jam, kaji adanya peningkatan pernapasan dan bunyi napas abnormal.
Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan dapat/ tak dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventius.
2.
Ciptakan lingkungan / nyaman sehingga pasien dapat tidur dengan tenang.
Menurunkan stress dan meningkatkan istirahat.
3.
Beri posisi yang nyaman bagi pasien.
Memberikan rasa nyaman pada pasien dan menguramgi sesak napas
4.
Kolaborasi
Lakukan suction sesuai indikasi.
Mengeluarkan sekret.
5.
Lakukan perkusi dada.
Perkusi bagian penting untuk membuang banyaknya sekresi/ kental dan memperbaiki ventilasi pada segmen dasar paru.
6.
Beri terapi oksigen setiap 6 jam.
Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran gas. Oksigen biasanya diberikan dengan kanula nasal pada obstruksi paru sebagian.
7.
Monitor analisa gas darah untuk mengkaji status pernapasan.
Hipoksia ada pada berbagai derajat, tergantung pada jumlah obstruktif jalan napas, fungsi kardiopulmonal, dan ada/tidaknya syok. Alkaliosis respiratori dan asidosis metabolik dapat juga terjadi.
8.
Sediakan sputum untuk kultur / test sensitifitas.
Untuk mengetahui perkembangan selanjutnya.
Diagnosa 2 : Ketidakefektifan pola nafas b.d. terjadinya penyempitan jalan nafas karena proses inflamasi.
Tujuan : Pola napas kembali normal.
Kriteria Hasil :
1) Mempunyai kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.
2) Mempunyai fungsi paru dalam batas normal.
3) Menunjukkan pernapasan yang optimal.
Intervensi :
No.
Intervensi
Rasionalisasi
1.
Mandiri
Observasi tingkat kesadaran, status pernapasan, tanda-tanda sianosis.
Hipoksemia sistemik dapat ditunjukkan pertama kali oleh gelisah dan peka rangsang, kemudian oleh penurunan mental progresif.
2.
Beri posisi fowler sesuai program / semi fowler.
Meningkatkan ekspansi dada maksimal, membuat mudah bernapas, yang meningkatkan fisiologi atau psikologi.
3.
Cegah terjadinya kelelahan.
Menurunkan kebutuhan atau konsumsi oksigen untuk mempermudah perbaikan infeksi.
4..
Kolaborasi
Beri oksigen sesuai program.
Tujuan terapi oksiegen adalah mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg.
6.
Monitor AGD.
Mengevaluasi proses penyakit dan memudahkan terapi paru.
Diagnosa 3 : Kekurangan volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan.
Tujuan : Klien akan mempertahankan cairan tubuh yang normal.
Kriteria Hasil : Tanda dehidrasi tidak ada.
Intervensi :
No.
Intervensi
Rasionalisasi
1.
Mandiri
Observasi tanda- tanda vital ( nadi, suhu, respirasi )
Peningkatan suhu/memanjangnya demam meningkatkan laju metabolik dan kehilangan cairan melalui evaporasi.
2.
Monitor keseimbangan cairan, membran mukosa, turgor kulit, nadi cepat, kesadaran menurun, tanda-tanda vital.
Indikator langsung keadekuatan volume cairan.
3.
Anjurkan ibu untuk tetap memberikan cairan peroral.
Mempertahankan cairan input anak agar tetap seimbang.
4.
Pertahankan keakuratan tetesan infus.
Membantu pemasukan cairan IV, dan memantau agar tidak kelebihan cairan.
5.
Catat intake dan output cairan ( balance cairan )
Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan penggantian.
6.
Kolaborasi
Memberi obat sesuai indikasi. Mis., antipiretik, antiemetik.
Berguna menurunkan kehilangan cairan.
7.
Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan.
Memperbaiki / mencegah kekurangan.
Diagnosa 4 : Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
Tujuan : Tidak terjadi terjadi peningkatan suhu tubuh.
Kriteria Hasil : Hipertermi / peningkatan suhu dapat teratasi dengan proses infeksi hilang.
Intervensi :
No.
Intervensi
Rasionalisasi
1.
Mandiri
Observasi tanda – tanda vital.
Menunjukkan proses penyakit infeksius akut.
2.
Berikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan kompres dengan air pada daerah dahi dan ketiak.
Dapat membantu mengurangi demam.
3.
Libatkan keluarga dalam setiap tindakan.
Mempermudah kegiatan keperawatan.
4.
Berikan minuman per oral.
Dapat membantu menurunkan suhu.
5.
Ganti pakaian yang basah oleh keringat.
Meningkatkan kenyamanan pasien.
6.
Kolaborasi
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat penurun panas.
Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.
7.
Berikan selimut pendingin.
Digunakan untuk mengurangi demam pada suhu di atas 39o pada waktu terjadi kerusakan pada otak.
Diagnosa 5 : Ansietas berhubungan dengan dampak hospitalisasi.
Tujuan : Cemas anak dan orang tua tidak ada lagi.
Kriteria Hasil : Klien dapat tenang, cemas hilang, rasa nyaman terpenuhi, setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Intervensi :
No.
Intervensi
Rasionalisasi
1.
Mandiri
Kaji tingkat kecemasan klien dan keluarga.
Pasien dan orang terdekat mendengar dan mengasimilasi informasi baru yang meliputi perubahan pada gambaran diri dan pola hidup.
2.
Dorong ibu / keluarga klien mensuport anaknya dengan cara ibu selalu didekat klien.
Dapat membantu memperbaiki beberapa perasaan kontrol pada pasien yang merasa tak berdaya dan khawatir dalam menerima diagnosa dan pengobatan.
3.
Fasilitasi rasa nyaman dengan cara ibu berperan serta merawat anaknya.
Mengurangi kecemasan pada anak/pasien.
4.
Lakukan kunjungan, kontak dengan klien.
Dapat memantau langsung keadaan perasaan atau psikologis klien.
5.
Anjurkan keluarga yang lain mengunjungi klien.
Membuat anak merasa lebih diperhatikan dan megurangi kekahawatiran.
6.
Berikan mainan sesuai kesukaan klien di rumah.
Dapat memalingkan kecemasan anak dan kecemasan berkurang.
Diagnosa 6 : Resiko pemenuhan nutrisi cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil : Klien dapat mempertahankan/ meningkatkan pemasukan nutrisi.
Intervensi :
No.
Intervensi
Rasionalisasi
1.
Mandiri
Kaji status nutrisi klien.
Memberikan informasi sehubungan dengan kebutuhan nutrisi dan keefektifan terapi.
2.
Timbang BB klien setiap hari.
Mengetahui perkembangan perbaikan pasien pasien.
3.
Lakukan pemerikasaan fisik abdomen klien ( auskultasi, perkusi, palpasi, dan inspeksi ).
Makan dimulai hanya setelah bunyi usus membaik.
4.
Kaji adanya mual dan muntah.
Mengetahui seberapa banyak output yang keluar. Dan mempertimbangkan keadekuatan nutrisi dalam tubuh.
5.
Berikan makanan dalam keadaan hangat.
Meningkatkan nafsu makan pasien.
7.
Kolaborasi
Kolaborasi dengan tim gizi.
Berguna dalam identifikasi kebutuhan nutrisi individu untuk meningkatkan penyembuhan dan regenerasi jaringan.
8.
Berikan diet sedikit tapi sering.
Tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun napsu makan mungkin lambat untuk kembali.
5. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan Bronchopneumonia adalah :
* Pertukaran gas normal.
* Bersihan jalan napas kembali efektif
* Intake dan output seimbang.
* Intake nutrisi adekuat.
* Suhu tubuh dalam batas normal.
* Pengetahuan keluarga meningkat.
* Ansietas teratasi.


BAB III
PENUTUP
I. Kesimpulan
Bronchopneumonia adalah jenis infeksi paru yang disebabkan oleh agen infeksius dan terdapat di daerah bronkus dan disekitar alveoli.
Bronchopneumonia merupakan penyakit yang mengganggu sistem pernapasan karena adanya peradangan pada paru-paru yang bisa disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan beberapa faktor lainnya.
II. Saran
Untuk mencegah timbulnya radang paru-paru, sebaiknya kita berpola hidup sehat, makan makanan yang bergizi, berolahraga, dan menjadikan lingkungan sekitar menjadi lebih sehat dan bebas polusi.


DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Assuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Nettina, Sandra M. 1996. Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC.
Sylvia A. Price, Lorraine Mc Carty Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Wilkinson, M. Judith. 2006. Buku saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC
Internet:
Muhaj, Khaidir. 2008. Askep pada Klien dengan Bronchopneumoni. Available from: http:/khaidirmuhaj.blogspot.com. Diunduh pada 16 Juli 2009
Nn. 2008. Asuhan Keperawatan Anak. Available from: http:/askep.blogspot.com. Diunduh pada tanggal 16 Juli 2009
Trisna. 2008. Askep Bronchopenumoni. Available from: http:/askep-thrysna.blogspot.com . Diunduh pada tanggal 16 Juli 2009

0 komentar:

By :
Free Blog Templates