Isolasi Sosial

1.    Definisi
Perilaku menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993).
Menarik diri adalah suatu keadaan pasien yang mengalami ketidakmampuan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain atau dengan lingkungan di sekitarnya secara wajar dan hidup dalam khayalan sendiri yang tidak realistik. Pada pasien dengan perilaku menarik diri sering melakukan kegiatan yang ditujukan untuk mencapai pemuasan diri, dimana pasien melakukan usaha untuk melindungi diri sehingga ia jadi positif dan berkepribadian kaku, pasien menarik diri juga melakukan pembatasan (isolasi diri),
termasuk juga kehidupan emosionalnya, semakin sering pasien menarik diri, semakin banyak kesulitan yang dialani dalam mengembangkan hubungan sosial dan emosional dengan orang lain (Budi Anna Keliat, dkk, 1997).


Pasien menarik diri juga melakukan pembatasan (isolasi diri) termasuk juga kehidupan emosionalnya, semakin pasien menarik diri, semakin banyak pula kesulitan yang dialami dalam mengembangkan hubungan sosialnya dan emosional dengan orang lain.
Kegagalan perkembangan dapat mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa, menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan dan merasa tertekan. Keadaan ini dapat menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, menghindar dari orang lain, lebih menyukai berdiam diri sendiri, kegiatan sehari-hari hampir terabaikan.



1.    Rentang Respon Sosial
Menurut Stuart dan Sundeen (1995) respon sosial individu berada dalam rentang adaptif sampai dengan maladaptif
  
Respon Adaptif                                                                 Respon Maladaptif

Menyendiri                              Manipulasi                               Kesepian        
Otonomi                                  Menarik Diri                            Impulsif
Kebersamaan                         Ketergantungan                      Narkisisme
Saling ketergantungan

Respon adaptif adalah respon individu dalam penyelesaian masalah yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya yang umum berlaku, dengan kata lain individu tersebut masih dalam batas-batas normal dalam menyelesaikan masalahnya, respon ini meliputi : menyendiri, otonomi, kebersamaan, saling ketergantungan, menarik diri, ketergantungan.
Respon maladaptif adalah respon individu dalam penyelesaian masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial dan budaya lingkungannya. Respon maladaptif yang paling sering ditemukan adalah manipulasi, impulsif dan narkisisme.

2.    Rentang Respon Emosional
Adaftif                                                                                         Maladaptif


Kepekaan    Reaksi berduka        Supresi        Penundaan         Depresi
Emosional     Tak terkomplikasi  Emosional  Reaksi berduka   Mania

§  Kepekaan emosional, dipengaruhi oleh dan berperan aktif dalam dunia internal dan eksternal seseorang. Tersirat bahwa orang tersebut terbuka dan sadar akan perasaannya sendiri.
§  Reaksi berduka tak terkomplikasi, terjadi sebagai respon terhadap kehilangan dan tersirat bahwa seseorang sedang menghadapi sesuatu kehilangan yang nyata serta terbenam dalam peroses berdukanya.
§  Supresi emosi, mungkin tampak sebagai penyangkalan (denial terhadap perasaan sendiri, pelepasan dari keterikatan dengan emosi atau penalaran terhadap semua aspek dari dunia afektif seeorang.
§  Penundaan reaksi berkabung, adalah ketidakadaan yang persisten respon emosional terhadap kehilangan. Ini dapat terjadi pada awal proses berkabung, dan menjadi nyata pada pengunduran proses mulai terjadi atau keduanya. Penundaan dan penolakan proses berduka kadang terjadi bertahun-tahun.
§  Depresi, suatu kesedihan atau perasaan duka yang berkepanjangan dapat digunakan untuk menunjukkan berbagai fenomena, tanda, gejala sindrom, keadaan emosional, reaksi penyakit atau klinik.
§  Mania, ditandai dengan elepati alam perasaan berkepanjangan atau mudah di singgung. Hipomania digunakan untuk menggambarkan sindrom klinik serupa tetapi tidak separah mania atau episode manik.

3.    Faktor Predisposisi
Beberapa faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial adalah :
a.    Faktor tumbuh kembang
      Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu, ada tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi ganggaun dalam hubungan sosial. Tugas perkembangan pada masing-masingtahap tumbuh kembang ini memiliki karakteristik tersendiri. Bila tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi, maka akan mnghambat fase perkembangan sosial selanjutnya yang dapat mengakibatkan masalah, antara lain adalah curiga.  
b.    Faktor komunikasi dalam keluarga
      Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung untuk terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini termasuk masalah komunikasi yang tidak jelas (double bind) yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota keluargamenerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan, ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan diluar keluarga.
c.    Faktor sosial budaya
      Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh norma-norma yang salah dianut oleh keluarga, dimana setiap anggota keluarga yang tidak produktif seperti usia lanjut, penyakit kronis dan penyandang cacat  di asingkan dari lingkungan sosialnya.
d.    Faktor biologis
      Faktor biologis yang merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang jelas dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak. Sebagai contoh : pada klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan sosial terdapat struktur yang abnormal pada otak, seperti atropi otak, perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbik dan daerah kortikal.

4.    Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya gangguan hubungan sosial juga dapat ditimbulkan oleh faktor internal dan eksternal seseorang. Faktor stressor presipitasi dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a.    Faktor eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stres yang ditimbulkan oleh faktor sosial budaya yang antara lain adalah keluarga.
b.    Faktor Internal
Contohnya adalah sterssor psikologik, yaitu sters yang terjadi akibat ansietas yang berkepanjangan dan terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau tidak terpenuhinya kebutuhan ketergantungan individu.

5.    Tanda Dan Gejala
Observasi yang dilakukan pada klien akan ditemukan (data objektif):
  1. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
  2. Menghindar dari orang lain (menyendiri), klien tampak memisahkan diri dari orang lain, misalnya pada saat makan
  3. Komunikasi kurang atau tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain/perawat
  4. Tidak ada kontak mata, klien lebih sering menunduk
  5. Berdiam diri di kamar/tempat terpisah, klien kurang mobilitasnya
  6. Menolak berhubungan dengan orang lain. Klien memutuskan percakapan atau pergi jika di ajak bercakap-cakap
  7. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari, artinya perawatan diri dan kegiatan rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan
  8. Posisi janin pada saat tidur

Data Subjektif sukar didapat jika klien menolak berkomunikasi. Beberapa data subjektif adalah menjawab dengan singkat dengan kata-kata ”tidak”, ”ya”, ”tidak tahu”



6.    Mekanisme Koping
a.    Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian anti sosial.
Proyeksi                      : Pengalihan buah pikiran atau impuls pada diri sendiri kepada orang lain terutama keinginan, perasaan emosional, dan motivasi yang tidak dapat ditoleransi.
 Pemisahan (splitting)  : Sikap mengelompokkan orang / keadaan hanya sebagai semuanya baik atau semuanya buruk, kegagalan untuk memadukan nilai-nilai positif dan negatif di dalam diri sendiri.

b.    Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian border line.
*     Isolasi                          : Pemisahan unsur emosional dari suatu pikiran yang menggaanggu dapat bersifat sementara atau berjangka lama.
*     Reaksi Formasi           : Pengembangan sikap dan pola perilaku yang ia sadari, yang bertentangan dengan apa yang sebenarnya ia rasakan atau ingin dilakukan.

7.    Data Yang Perlu Dikaji
Data
Masalah
Data Objektif :
-          Apatis, ekspresi sedih, efek tumpul
-          Menghindar dari orang lain (menyendiri)
-          Tidak ada kontak mata

Data Subjektif :
-          Klien mengatakan “saya tidak mau ngomong!”
-          ”......!” (Klien hanya diam)





Isolasi diri ; menarik diri







8.    Diagnosa Keperawatan
Isolasi Sosial

9.    Rencana Keperawatan


RENCANA KEPERAWATAN

Nama klien        :                                                                                                          
Ruang                :
TGL
NO DX
DP
PERENCANAAN
INTERVENSI
RASIONALISASI
TUJUAN
KRITERIA EVALUASI

1.
































































Isolasi Sosial : menarik diri
TUM :
Klien dapat berinteraksi dengan orang lain.

TUK 1 :Klien dapat membina hubungan saling percaya.











TUK 2 : Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri.













TUK 3 : Klien dapat mengetahui keuntungan berhubungan dengan orang lain.









TUK 4  :  Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap.









Setelah 3x pertemuan klien dapat mengungkapkan perasaannya dan keadaannya saat ini secara verbal.








Setelah 1 kali pertemuan, klien dapat menyebutkan/ alasan menarik diri pada dirinya sendiri, orang lain, dan lingkungan.











Klien dapat menyebutkan 2 dari 3 manfaat berhubungan dengan orang lain.
-    Mendapatkan teman.
-    Mengungkapkan perasan.
-    Membantu pemecahan masalah.



Klien dapat menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain, misalnya :
-    membalas sapaan perawat.
-    Menatap mata.
-    Mau berinteraksi.






1.  Bina hubungan saling percaya :
·     Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.
·     Perkenalkan diri dengan sopan.
·     Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien.
·     Jelaskan tujuan pertemuan / interaksi.
·     Jujur dan menepati janji.
·     Pertahankan kontak mata, tunjukkan rasa empati dan dorong serta berikan kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya.



1. Kaji pengetahuan klien tentang menarik diri.




2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri.

3. Diskusikan dengan klien tentang perilaku menarik dirinya.


4. Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkannya.



1.  Diskusikan tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.


2.  Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat berhubungna orang lain.


3.  Beri pujian terhadap kemampuan klien dalam menyebutkan manfaat berhubungan dengan orang lain.




1.  Dorong klien untuk menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain.



2.  Lbatkan klien dalam kegiatan TAK dan ADL ruangan.


3.  Reinforcement positif atas keberhasilan yang telah dicapai klien.






Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi yang terapeutik perawat-klien.











1.  Mengetahui sejauh mana pengetahuan klien yang menarik diri sehingga perawat dapat merencanakan tindakan selanjutnya.

2.  Untuk mengetahui alasan klien menarik diri.


3.  Meningkatkan pengetahuan klien dan mencari pemecahan bersama tentang masalah klien.

4.  Meningkatkan harga diri klien berani bergaul dengan lingkungan sosialnya.


1.  Meningkatkan pengetahuan klien tentang perlunya berhubungan denga orang lain.

2.  Untuk mengetahui tingkat permohonan klien terhadap informasi yang telah diberikan.

3.  Reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien.





1.  Untuk mengetahui pemahaman dengna informasi yang telah diberikan.

2.  Membantu klien dalam mempertahankan hubungan interpersonal.

3.  Reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien.

0 komentar:

By :
Free Blog Templates