Askep Anak Meningitis

BAB I
KONSEP DASAR


1.   Definisi
Meningitis adalah radang dari selaput otak (arachnoid dan piamater). Bakteri dan virus merupakan penyebab utama dari meningitis.
Meningitis adalah radang membran pelindung sistem syaraf pusat. Penyakit ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme, luka fisik, kanker, atau obat-obatan tertentu. Meningitis adalah penyakit serius karena letaknya dekat otak dan tulang belakang, sehingga dapat menyebabkan kerusakan kendali gerak, pikiran, bahkan kematian. Meningitis tergolong penyakit serius dan bisa mengakibatkan kematian. Penderita meningitis yang bertahan hidup akan menderita kerusakan otak sehingga lumpuh, tuli, epilepsi, retardasi mental.
Penyakit meningitis dan pneumonia telah membunuh jutaan balita di seluruh dunia. Data WHO menunjukkan bahwa dari sekitar 1,8 juta kematian  anak balita di seluruh dunia setiap tahun, lebih dari 700.000 kematian anak terjadi di negara kawasan Asia Tenggara dan Pasifik Barat.

Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur(Smeltzer, 2001).
Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996).


2.  Etiologi
a.    Bakteri
Merupakan penyebab tersering dari meningitis, adapun beberapa bakteri yang secara umum diketahui dapat menyebabkan meningitis adalah :
*     Haemophillus influenzae
*     Nesseria meningitides (meningococcal)
*     Diplococcus pneumoniae (pneumococcal)
*     Streptococcus haemolyticuss, grup A
*     Staphylococcus aureus
*     Escherichia coli
*     Klebsiella pneumoniae
*     Proteus
*     Pseudomonas aeruginosa
b.    Virus, Jamur, dan Protozoa
Merupakan penyebab sering lainnya selain bakteri. Infeksi karena virus ini biasanya bersifat “self-limitting”, dimana akan mengalami penyembuhan sendiri dan penyembuhan bersifat sempurna.
*     Toxoplasma gondhii
*     Ricketsia
c.       Faktor predisposisi
Jenis kelamin lakilaki lebih sering dibandingkan dengan wanita.
d.       Faktor maternal
Ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan.
e.        Faktor imunologi
Defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin.
f.        Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan sistem persarafan

3.   Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu :
1. Meningitis serosa
Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
Meningitis tuberculosa masih sering dijumpai di Indonesia, pada anak dan orang dewasa. Meningitis tuberculosa terjadi akibat komplikasi penyebab tuberculosis primer, biasanya dari paru paru. Meningitis bukan terjadi karena terinpeksi selaput otak langsung penyebaran hematogen, tetapi biasanya skunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah kedalam rongga archnoid.
Tuberkulosa ini timbul karena penyebaran mycobacterium tuberculosa. Pada meningitis tuberkulosa dapat terjadi pengobatan yang tidak sempurna atau pengobata yang terlambat. Dapat terjadi cacat neurologis berupa parase, paralysis sampai deserebrasi, hydrocephalus akibat sumbatan , reabsorbsi berkurang atau produksi berlebihan dari likour serebrospinal. Anak juga bias menjadi tuli atau buta dan kadang kadang menderita retardasi mental.
Gambaran klinik pada penyakit ini mulainya pelan. Terdapat panas yang tidak terlalu tinggi, nyeri kepala dan nyeri kuduk, terdapat rasa lemah, berat badan yang menurun, nyeri otot, nyeri punggung, kelainan jiwa seperti halusinasi. Pada pemeriksaan akan dijumpai tanda tanda rangsangan selaput otak seperti kaku kuduk dan brudzinski. Dapat terjadi hemipareses dan kerusakan saraf otak yaitu N III, N IV, N VI, N VII,N VIII sampai akhirnya kesadaran menurun.
2. Meningitis purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula spinalis yang menimbulkan eksudasi berupa pus, disebabkan oleh kuman non spesifik dan non virus. Penyakit ini lebih sering didapatkan pada anak daripada orang dewasa. Meningitis purulenta pada umumnya sebagai akibat komplikasi penyakit lain. Kuman secara hematogen sampai keselaput otak; misalnya pada penyakit penyakit faringotonsilitis, pneumonia, bronchopneumonia, endokarditis dan lain lain. Dapat pula sebagai perluasan perkontinuitatum dari peradangan organ / jaringan didekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis dan lain lain.
Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.
Komplikasi pada meningitis purulenta dapat terjadi sebagai akibat pengobatan yang tidak sempurna / pengobatan yang terlambat . pada permulaan gejala meningitis purulenta adalah panas, menggigil, nyeri kepala yang terus menerus, mual dan muntah, hilangnya napsu makan, kelemahan umum dan rasa nyeri pada punggung dan sendi, setelah 12 (dua belas ) sampai 24 (dua pulu empat ) jam timbul gambaran klinis meningitis yang lebih khas yaitu nyeri pada kuduk dan tanda tanda rangsangan selaput otak seperti kaku kuduk dan brudzinski. Bila terjadi koma yang dalam , tanda tanda selaput otak akan menghilang, penderita takut akan cahaya dan amat peka terhadap rangsangan, penderita sering gelisah, mudah terangsang dan menunjukan perubahan mental seperti bingung, hiperaktif dan halusinasi. Pada keadaan yang berat dapat terjadi herniasi otak sehingga terjadi dilatasi pupil dan koma.



Meningitis Bakteri
Bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis adalah hemofilus influenza, diplococcus pneumonia, streptococcus grup A, stapilococcus aurens, E.coli, klebsiela, dan pseudomonas. Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan berespon dengan terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan leukosit terbentuk diruangan subarachnoid ini akan terkumpul didalam cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan intra cranial. Hal ini akan menyebabkan jaringan otak akan mengalami infark.

Meningitis virus
Tipe dari meningitis ini sering disebut aseptic meningitis. Ini biasanya disebabkan oleh berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti :herpes simplek dan herpes zoster. Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak ditemukan organisme pada kultur cairan otak.
Peradangan terjadi pada seluruh kortek serebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respon dari jaringan otak terhadap virus bervariasi tergantung pada jenis sel yang terlibat.








4.   Patofisiologi
 









Suatu peradangan akut pada selaput otak yang diakibatkan oleh
 



Bakteri                                                                  Virus


Meningitis Bakteri                                               Meningitis non bakteri
(Aseptc)

90 %  kasus terjadi pada
anak umur 1 bln  -  5 th
Meningitis bakteri juga bisa disebabkan oleh adanya penurunan system kekebalan tubuh seperti AIDS.

5.   Manifestasi Klinis
Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK :
*     Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering).
*     Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma.
*     Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sbb:
a) Rigiditas nukal ( kaku leher ):  Upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
b) Tanda kernik positip: Ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadaan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
c) Tanda brudzinki : Bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi maka gerakan yang sama terlihat beda sisi ektremitas yang berlawanan.
*     Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
*     Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik tanda-tanda vital (melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran.
*     Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.
*     Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler diseminata.
*     Pada awal penyakit, kelelahan, perubahan daya mengingat, perubahan tingkah laku.
*     Adanya disfungsi pada saraf III, IV, VI.
*     Pergerakan motorik pada awal penyakit biasanya normal dan pada tahap lanjutan biasa terjadi hemiparesis, hemiplagia, dan penurunan tonus otot.
*     Nausea.
*     Vomiting.
*     Takikardia.
*     Kejang.
*     Pasien merasa takut dan cemas.

Bayi
Anak
Remaja
*  Demam  
*  Kejang pada tengkuk
*  Rewel/gelisah   
*  Susah makan
*  Menangis terus-menerus
*  Lemah 
*  Intensitas interaksi berkurang
*  Ubun-ubun membenjol
*  Demam
*  Kejang pada tengkuk
*  Sakit kepala
*  Mual
*  Bingung/disorientasi
*  Serangan mendadak
*  Tidak suka cahaya terang (fotofobia)
*  Ruam di sekujur tubuh
*     Sakitnya tiba-tiba, adanya demam, sakit kepala, panas dingin, muntah, kejang-kejang
*     Anak menjadi irritable dan agitasi dan dapat  berkembang photopobia, delirium, halusinasi, tingkah laku yang agresif atau mengantuk stupor dan koma
*     Gejala pada respiratory atau gastrointestinal
*     Adanya tahanan pada kepala jika difleksikan
*     Kekakuan pada leher (Nuchal Rigidity)
*     Kulit dingin dan sianosis
*     Peteki/adannya purpura pada kulit à infeksi meningococcus (meningo cocsemia)
*     Keluarnya cairan dari telinga à meningitis peneumococal
*     Congenital dermal sinus à infeksi E. Colli

6.   Faktor Predisposisi
Faktor pencetus terjadinya meningitis bacterial diantaranya adalah :
*  Otitis media
*  Pneumonia
*  Sinusitis
*  Sickle cell anemia
*  Fraktur cranial, trauma otak
*  Operasi spinal
Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.
Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral. Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan peningkatan TIK.
Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada sindrom Waterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus.

Infeksi


Pembuluh darah             Penetrasi Luka
 


  CSS

Seluruh rongga sub arachnoid
 

                             Eksudat                                                  Tuberkel
 

Kelainan pembuluh darah             Obstruksi sisterna  basalis
    (Arthritis-phlebitis) 
 

        Infark Otak                                       Hidrocephalus
 

      Pelunakan Otak

Faktor resiko terjadinya meningitis :
1. Infeksi sistemik
Didapat dari infeksi di organ tubuh lain yang akhirnya menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya otitis media kronis, mastoiditis, pneumonia, TBC, perikarditis, dll.
2. Trauma kepala
Bisanya terjadi pada trauma kepala terbuka atau pada fraktur basis cranii yang memungkinkan terpaparnya CSF dengan lingkungan luar melalui othorrhea dan rhinorhea
3. Kelaianan anatomis
Terjadi pada pasien seperti post operasi di daerah mastoid, saluran telinga tengah, operasi cranium
Terjadinya pe TIK pada meningitis, mekanismenya adalah sebagai berikut :
Agen penyebab reaksi local pada meninges inflamasi meninges pe permiabilitas kapiler kebocoran cairan dari intravaskuler ke interstisial pe volume cairan interstisial edema Postulat Kellie Monroe, kompensasi tidak adekuat pe TIK
Pada meningitis jarang ditemukan kejang, kecuali jika infeksi sudah menyebar ke jaringan otak, dimana kejang ini terjadi bila ada kerusakan pada korteks serebri pada bagian premotor.


7.  Komplikasi
Komplikasi yang bisa terjadi adalah ;
*    Hidrosefalus obstruktif
*    MeningococcL Septicemia ( mengingocemia )
*    Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal bilateral)
*    SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone )
*    Efusi subdural
*    Kejang
*    Edema dan herniasi serebral
*    Cerebral palsy
*    Gangguan mental
*    Gangguan belajar
*     Attention deficit disorder
*     Gangguan pembekuan darah
*     Syok septic
*     Demam yang memanjang
*     Komplikasi post meningitis pada neonatus:
§  Ventriculitis (yang menghasilkan  kista, daerah yang dibatasi oleh akumulasi cairan dan tekanan pada otak)
§  Gangguan yang menetap dan penglihatan, pendengaran dan kelemahan nervus yang lain
§  Cerebral palsy, cacat mental, gangguan belajar, penurunan perhatian, gangguan hiperaktivitas dan adanya kejang.
§  Hemiparesis dan quadriparesis à arthritis/thrombosis




8.  Pemeriksaan Diagnostik
* Analisis CSS dari fungsi lumbal :
a) Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel darah putih dan protein meningkat glukosa meningkat, kultur positip terhadap beberapa jenis bakteri.
b) Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus.
* Glukosa serum : meningkat ( meningitis ).
* LDH serum : meningkat ( meningitis bakteri )
* Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil ( infeksi bakteri ).
*  Elektrolit darah : Abnormal .
* ESR/ LED : meningkat pada meningitis .
* Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan daerah pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi.
* MRI/ CT scan : dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/ letak ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor.
* Ronsen dada/ kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial.

9.  Pencegahan
Meningitis dapat dicegah dengan cara mengenali dan mengerti dengan baik factor predisposisi seperti otitis media atau infeksi saluran napas (seperti TBC ) dimana dapat menyebabkan meningitis serosa. Dalam hal ini yang paling penting adalah pengobatan tuntas (antibiotic) walau gejala gejala infeksi tersebut telah hilang.
Setelah terjadinya meningitis penanganan yang sesuai harus cepat diatasi. Untuk mengidentifikasi factor atau jenis organisme penyebab dan dengan cepat memberikan terapi sesuai dengan organisme penyebab untuk melindungi komplikasi yang serius.
Meningitis dapat dicegah dengan cara mengenali dan mengerti dengan baik faktor presdis posisi seperti otitis media atau infeksi saluran napas (seperti TBC) dimana dapat menyebabkan meningitis serosa. Dalam hal ini yang paling penting adalah pengobatan tuntas (antibiotik) walaupun gejala-gejala infeksi tersebut telah hilang.
Setelah terjadinya meningitis penanganan yang sesuai harus cepat diatasi. Untuk mengidentifikasi faktor atau janis organisme penyebab dan dengan cepat memberikan terapi sesuai dengan organisme penyebab untuk melindungi komplikasi yang serius.
Untuk mencegah IPD, termasuk meningitis, Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia merekomendasikan vaksin konjugat pneumokokus. Vaksin tersebut dianjurkan untuk diberikan kepada bayi dan anak yang berusia 2 bulan hingga 9 tahun. Pemberian vaksin paling baik dilakukan pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, dan 12 – 15 bulan. “Data yang dikeluarkan Centers for Disease Control and Prevention pada 2005 menyatakan infeksi pneumokokus berkurang hingga 97 persen dalam 6 tahun setelah pemberian vaksin,” kata Dr. Aman. Selain itu, vaksin juga mengurangi jumlah anak yang menjadi pembawa bakteri penyakit tenggorok serta mengurangi penyebaran IPD dari anak ke orang dewasa.
Vaksin konjugat pneumokokus juga hanya menimbulkan efek samping yang ringan seperti kulit kemerahan, sedikit bengkak dan nyeri pada daerah sekitar suntikan. Gejala umum setelah pemberian vaksin seperti demam, mengantuk, rewel, nafsu makan berkurang, jarang ditemukan pada bayi. “Vaksinasi pneumokokus boleh diberikan bersamaan dengan vaksin lain, seperti vaksin DTP/HiB, DtaP, Hib, IPV, Hepatitis B, MMR, dan Varicella,” kata Dr. Aman.

10.   Pengobatan
Pengobatan biasanya diberikan antibiotik yang paling sesuai. Untuk setiap mikroorganisme penyebab meningitis :
Antibiotik
Organisme


Penicilin G




Gentamicyn



Chlorampenikol
Pneumoccocci
Meningoccocci
Streptoccocci


Klebsiella
Pseudomonas
Proleus

Haemofilus Influenza
Terapi TBC
·  Streptomicyn
·  INH
·  PAS
Micobacterium Tuber culosis

11.Penatalaksanaan
Hal – hal yang harus dilakukan dalam rangka penatalaksanaan post – operatif dan penilaian neurologis adalah sebagai berikut :
  a.   Post – Operatif : Jangan menempatkan klien pada posisi operasi.
  b.   Pada beberapa pemintasan, harus diingat bahwa terdapat katup (biasanya terletak pada tulang mastoid) di mana dokter dapat memintanya di pompa.
  c.   Jaga teknik aseptik yang ketat pada balutan.
  d.   Amati adanya kebocoran disekeliling balutan.
  e.   Jika status neurologi klien tidak memperlihatkan kemajuan, patut diduga adanya adanya kegagalan operasi (malfungsi karena kateter penuh);gejala dan tanda yang teramati dapat berupa peningkatan ICP.
Hidrocephalus pada Anak atau Bayi
Pembagian :
Hidrosephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dapat di bagi dua (2 ) ;
1. Kongenital
Merupakan Hidrosephalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan, sehingga :
*  Pada saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil.
*  Terdesak oleh banyaknya cairan didalam kepala dan tingginya tekanan intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak terganggu.

2. Di dapat
Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar, dengan penyebabnya adalah penyakit – penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang otak dimana pengobatannya tidak tuntas. Pada hidrosefalus di dapat pertumbuhan otak sudah sempurna, tetapi kemudian terganggu oleh sebab adanya peninggian tekanan intrakranial.Sehingga perbedaan hidrosefalus kongenital denga di dapat terletak pada pembentukan otak dan pembentukan otak dan kemungkinan prognosanya..

Penyebab sumbatan ;
Penyebab sumbatan aliran CSF yang sering terdapat pada bayi dan anak – anak ;
*     Kelainan kongenital.
*     Infeksi di sebabkan oleh perlengketan meningen akibat infeksi dapat terjadi pelebaran ventrikel pada masa akut ( misal ; Meningitis ).

*     Neoplasma.
*     Perdarahan , misalnya perdarahan otak sebelum atau sesudah lahir.


Berdasarkan letak obstruksi CSF hidrosefalus pada bayi dan anak ini juga terbagi dalam dua bagian yaitu :
*  Hidrosefalus komunikan
Apabila obstruksinya terdapat pada rongga subaracnoid, sehingga terdapat aliran bebas CSF dalam sistem ventrikel sampai ke tempat sumbatan.
*  Hidrosefalus non komunikan
Apabila obstruksinya terdapat terdapat didalam sistem ventrikel sehingga menghambat aliran bebas dari CSF. Biasanya gangguan yang terjadi pada hidrosefalus kongenital adalah pada sistem vertikal sehingga terjadi bentuk hidrosefalus non komunikan.

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK MENINGITIS


1.   Pengkajian
a)    Biodata klien

b)   Keluhan utama
Keluhan utama yang sering adalah panas badan tinggi, koma, kejang dan penurunan kesadaran.

c)   Riwayat kesehatan yang lalu
1.    Apakah pernah menderita penyakit ISPA dan TBC ?
2.    Apakah pernah jatuh atau trauma kepala ?
3.    Pernahkah operasi daerah kepala ?

d)   Riwayat kesehatan sekarang
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk mengetahui jenis kuman penyebab. Disini harus ditanya dengan jelas tetang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh atau bertambah buruk. Pada pengkajian pasien meningitis biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat dari infeksi dan peningkatan TIK. Keluhan tersebut diantaranya, sakit kepala dan demam adalah gejala awal yang sering. Sakit kepala berhubungan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi meningen. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan penyakit.
Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan pengkajian lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang sering menimbulkan kejang dan tindakan apa yang telah diberikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut.
Pengkajian lainnya yang perlu ditanyakan seperti riwayat selama menjalani perawatan di RS, pernahkah mengalami tindakan invasive yang memungkinkan masuknya kuman kemeningen terutama tindakan melalui pembuluh darah.
e)   Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami pasien yang memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah pasien mengalami infeksi jalan napas bagian atas, otitis media, mastoiditis, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala dan adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya.
Riwayat sakit TB paru perlu ditanyakan pada pasien terutama apabila ada keluhan batuk produktif dan pernah menjalani pengobatan obat anti TB yang sangat berguna untuk mengidentifikasi meningitis tuberculosia.
Pengkajian pemakaian obat obat yang sering digunakan pasien, seperti pemakaian obat kortikostiroid, pemakaian jenis jenis antibiotic dan reaksinya (untuk menilai resistensi pemakaian antibiotic).

f)    Pengkajian psikososial
Respon emosi pengkajian mekanisme koping yang digunakan pasien juga penting untuk menilai pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran pasien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.





g)    Pemeriksaan fisik
1.    Aktivitas / istirahat
*     Gejala  : Perasaan tidak enak (malaise ), keterbatasan yang ditimbulkan  kondisinya.
*     Tanda  : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter, kelemahan secara umum, keterbatasan dalam rentang gerak.
2.    Sirkulasi
*     Gejala  : Adanya riwayat kardiologi, seperti endokarditis, beberapa penyakit jantung conginetal ( abses otak ).
*     Tanda  : Tekanan darah meningkat, nadi menurun dan tekanan nadi berat (berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh dari pusat vasomotor ); takikardi, distritmia ( pada fase akut ) seperti distrimia sinus (pada meningitis ).
3.    Eliminasi
*     Tanda : Adanya inkotinensia dan retensi.
4.    Makanan dan Cairan
*     Gejala : Kehilangan napsu makan, kesulitan menelan (pada periode akut).
*     Tanda : Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membrane mukosa kering.
5.    Hygiene
*     Tanda  : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri ( pada periode akut ).
6.    Neurosensori
*     Gejala  : Sakit kepala ( mungkin merupan gejala pertama dan biasanya berat ),           Pareslisia, terasa kaku pada semua persarafan yang terkena, kehilangan sensasi ( kerusakan pada saraf cranial ).
Hiperalgesia / meningkatnya sensitifitas ( minimitis ) .
Timbul kejang ( minimitis bakteri atau abses otak ) gangguan dalam penglihatan, seperti diplopia ( fase awal dari beberapa infeksi ).
Fotopobia ( pada minimtis ).
Ketulian ( pada minimitis / encephalitis ) atau mungkin hipersensitifitas terhadap kebisingan,
Adanya halusinasi penciuman / sentuhan.
*     Tanda  : Status mental / tingkat kesadaran ; letargi sampai kebingungan yang berat hingga koma, delusi dan halusinasi / psikosis organic ( encephalitis ).
Kehilangan memori, sulit mengambil keputusan ( dapat merupakan gejala berkembangnya hidrosephalus komunikan yang mengikuti meningitis bacterial )
Afasia / kesulitan dalam berkomunikasi.
Mata ( ukuran / reaksi pupil ) : unisokor atau tidak berespon terhadap cahaya ( peningkatan TIK ), nistagmus ( bola mata bergerak terus menerus ).
Ptosis ( kelopak mata atas jatuh ). Karakteristik fasial (wajah ) ; perubahan pada fungsi motorik dan sensorik ( saraf cranial V dan VII terkena ).
Kejang umum atau lokal ( pada abses otak ) . Kejang lobus temporal .
Otot mengalami hipotonia/ flaksid paralisis ( pada fase akut meningitis ).
Spastik( encephalitis).
Hemiparese hemiplegic ( meningitis / encephalitis ).
Tanda brudzinski positif dan atau tanda kernig positif merupakan indikasi adanya iritasi meningeal ( fase akut ).
Regiditas muka ( iritasi meningeal ).
Refleks tendon dalam terganggu, brudzinski positif.
Refleks abdominal menurun.

7.    Nyeri / Kenyamanan
*     Gejala  : Sakit kepala ( berdenyut dengan hebat, frontal ) mungkin akan diperburuk oleh ketegangan leher/ punggung kaku,nyeri pada gerakan ocular, tenggorokan nyeri.
*     Tanda  : Tampak terus terjaga, perilaku distraksi/ gelisah menangis/ mengeluh.
8.    Pernapasan
*     Gejala  : Adanya riwayat infeksi sinus atau paru
*     Tanda  : Peningkatan kerja pernapasan (tahap awal ), perubahan mental ( letargi sampai koma ) dan gelisah.
9.    Keamanan
*     Gejala  : Adanya riwayat infeksi saluran napas atas atau infeksi lain, meliputi mastoiditis telinga tengah sinus, abses gigi, abdomen atau kulit, fungsi lumbal, pembedahan, fraktur pada tengkorak / cedera kepala.
Imunisasi yang baru saja berlangsung ; terpajan pada meningitis, terpajan oleh campak, herpes simplek, gigitan binatang, benda asing yang terbawa.
Gangguan penglihatan atau pendengaran
*     Tanda  : Suhu badan meningkat,diaphoresis, menggigil.
                 Kelemahan secara umum ; tonus otot flaksid atau plastic.
                 Gangguan sensoris.

2.  Diagnosa Keperawatan
a.    Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.
b.   Sakit kepala sehubungan dengan adanya iritasi lapisan otak
c.   Potensial terjadinya injuri sehubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental dan penurunan tingkat kesadaran


3.   Perencanaan Keperawatan
DP.1     :Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial
Tujuan :
*     Pasien kembali pada,keadaan status neurologis sebelum sakit.
*     Meningkatnya kesadaran pasien dan fungsi sensoris.

Kriteria hasil :
*     Tanda-tanda vital dalam batas normal.
*     Rasa sakit kepala berkurang.
*     Kesadaran meningkat.
*     Adanya peningkatan kognitif dan tidak ada atau hilangnya tanda-tanda tekanan intrakranial yang meningkat.

Intervensi      :
No
Intervensi
Rasionalisasi

1.
Mandiri
Pasien bed rest total dengan posisi tidur terlentang tanpa bantal.

Perubahan pada tekanan intakranial akan dapat meyebabkan resiko untuk terjadinya herniasi otak.

2.
Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS.

Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjut.
3.
Monitor tanda-tanda vital seperti TD, Nadi, Suhu, Respirasi, dan hati-hati pada hipertensi sistolik
Pada keadaan normal autoregulasi mempertahankan keadaan tekanan darah sistemik berubah secara fluktuasi. Kegagalan autoreguler akan menyebabkan kerusakan vaskuler cerebral yang dapat dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik dan diiukuti oleh penurunan tekanan diastolik. Sedangkan peningkatan suhu dapat menggambarkan perjalanan infeksi.

4.
Monitor intake dan output
Hipertermi dapat menyebabkan peningkatan IWL dan meningkatkan resiko dehidrasi terutama pada pasien yang tidak sadra, nausea yang menurunkan intake per oral.

5.
Bantu pasien untuk membatasi muntah, batuk. Anjurkan pasien untuk mengeluarkan napas apabila bergerak atau berbalik di tempat tidur.
Aktifitas ini dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan intraabdomen. Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau merubah posisi dapat melindungi diri dari efek valsava.


6.
Kolaborasi
Berikan cairan perinfus dengan perhatian ketat.

Meminimalkan fluktuasi pada beban vaskuler dan tekanan intrakranial, vetriksi cairan dan cairan dapat menurunkan edema cerebral.

7.
Monitor AGD bila diperlukan pemberian oksigen
Adanya kemungkinan asidosis disertai dengan pelepasan oksigen pada tingkat sel dapat menyebabkan terjadinya iskhemik serebral.

8.
Berikan terapi sesuai advis dokter seperti: Steroid, Aminofel, Antibiotika.
Terapi yang diberikan dapat menurunkan permeabilitas kapiler.
Menurunkan edema serebri.
Menurunkan metabolik sel / konsumsi dan kejang.



DP.2    : Sakit kepala sehubungan dengan adanya iritasi lapisan otak.

Tujuan :
*     Pasien terlihat rasa sakitnya berkurang / rasa sakit terkontrol

Kriteria evaluasi      :
*     Pasien dapat tidur dengan tenang.
*     Memverbalisasikan penurunan rasa sakit.

Intervensi :
No
INTERVENSI
RASIONALISASI

1.
Mandiri
Usahakan membuat lingkungan yang aman dan tenang.

Menurukan reaksi terhadap rangsangan ekternal atau kesensitifan terhadap cahaya dan menganjurkan pasien untuk beristirahat.

2.
Kompres dingin (es) pada kepala dan kain dingin pada mata.
Dapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah otak.

3.
Lakukan latihan gerak aktif atau pasif sesuai kondisi dengan lembut dan hati-hati.
Dapat membantu relaksasi otot-otot yang tegang dan dapat menurunkan rasa sakit / discomfort.


4.
Kolaborasi
Berikan obat analgesik

Mungkin diperlukan untuk menurunkan rasa sakit. Catatan : Narkotika merupakan kontraindikasi karena berdampak pada status neurologis sehingga sukar untuk dikaji.

DP.3       : Potensial terjadinya injuri sehubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental dan penurunan tingkat kesadaran.

Tujuan:
*           Pasien bebas dari injuri yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran.

Intervensi :
No.
INTERVENSI
RASIONALISASI

1.
Mandiri
Monitor kejang pada tangan, kaki, mulut dan otot-otot muka lainnya.

Gambaran tribalitas sistem saraf pusat memerlukan evaluasi yang sesuai dengan intervensi yang tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi.

2.
Persiapkan lingkungan yang aman seperti batasan ranjang, papan pengaman, dan alat suction selalu berada dekat pasien.

Melindungi pasien bila kejang terjadi
3.
Pertahankan bedrest total selama fase akut
Mengurangi resiko jatuh / terluka jika vertigo, sincope, dan ataksia terjadi

4.
Kolaborasi
Berikan terapi sesuai advis dokter seperti; diazepam, phenobarbital, dll.

Untuk mencegah atau mengurangi kejang.
Catatan : Phenobarbital dapat menyebabkan respiratorius depresi dan sedasi.

DAFTAR PUSTAKA


Brunner / Suddarth, Medical Surgical Nursing, JB Lippincot Company, Philadelphia, 1984.
Doenges, Marilyn E, dkk.(1999).Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih Bahasa, I Made Kariasa, N Made Sumarwati. Editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester, Yasmin asih. Ed.3. Jakarta : EGC.
Donnad, Medical Surgical Nursing, WB Saunders, 1991

Smeltzer, Suzanne C & Bare,Brenda G.(2001).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.Alih bahasa, Agung Waluyo,dkk.Editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester.Ed.8.Jakarta : EGC.
Kapita Selekta Kedokteran FKUI, Media Aesculapius, 1982.
Long, Barbara C. perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Bandung : yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan; 1996.


0 komentar:

By :
Free Blog Templates