asuHan kePerawaTan Ca. LariNg

Bab 1

Konsep Dasar

A. Pengertian

Kanker Laring adalah keganasan pada pita suara, kotak suara (laring) atau daerah lainnya di tenggorokan.

Secara anatomi kanker laring dibagi atas tiga bagian yaitu supra glotik, kanker pada plika ventrikularis, aritenoid, epiglotis dan sinus piriformis (Glotis : kanker pada korda vokalis , Subglotis : kanker dibawah korda vokalis).

B. Patofisiologi

Kanker laring banyak dijumpai pada usia lanjut diatas 40 tahun. Kebanyakan pada orang laki-laki. Hal ini mungkin berkaitan dengan kebiasaan merokok, bekerja dengan debu serbuk kayu, kimia toksik atau serbuk, logam berat. Bagaimana terjadinya belum diketahui secara pasti oleh para ahli. Kanker kepala dan leher menyebabkan 5,5% dari semua penyakit keganasan. Terutama neoplasma laringeal 95% adalah karsinoma sel skuamosa. Bila kanker terbatas pada pita suara (intrinsik) menyebar dengan lambat. Pita suara miskin akan pembuluh limfe sehingga tidak terjadi metastase kearah kelenjar limfe. Bila kanker melibatkan epiglotis (ekstrinsik) metastase lebih umum terjadi. Kanker supraglotis dan subglotis harus cukup besar, sebelum mengenai pita suara sehingga mengakibatkan suara serak. Kanker pita suara yang sejati terjadi lebih dini biasanya pada waktu pita suara masih dapat digerakan.

Gambaran klinik

Paling dini adalah berupa suara parau atau serak kronik, tidak sembuh-sembuh walaupun penderita sudah menjalani pengobatan pada daerah glotis dan subglotis. Tidak seperti suara serak laringitis, tidak disertai oleh gejala sistemik seperti demam. Rasa tidak enak ditenggorok, seperti ada sesuatu yang tersangkut. Pada fase lanjut dapat disertai rasa sakit untuk menelan atau berbicara. Sesak napas terjadi bila rima glotis tertutup atau hampir tertutup kanker 80%. Sesak napas tidak timbul mendadak tetapi perlahan-lahan. Karena itu penderita dapat beradaptasi, sehingga baru merasakan sesak bila kanker sudah besar (terlambat berobat). Stridor terjadi akibat sumbatan jalan napas. Bila sudah dijumpai pembesaran kelenjar berarti kanker sudah masuk dalam stadium lanjut. Bahkan kadang-kadang kankernya dapat teraba, menyebabkan pembengkakan laring.

Bila kanker laring mengadakan perluasan ke arah faring akan timbul gejala disfagia, rasa sakit bila menelan dan penjalaran rasa sakit kearah telinga. Apabila dijumpai kasus dengan jelas diatas, khususnya dengan keluhan suara parau lebih dari dua minggu yang dengan pengobatan tidak sembuh, diderita orang dewasa atau tua, sebaiknya penderita segera dirujuk.

D. Stadium

Tergantung keadaan kanker (T), pembesaran kelenjar regional ( N ), dan metastasis jauh ( M ).

Stadium : I : T1 No Mo

II : T2 No Mo

III : T3 No Mo, T2 N1 Mo, T3 N1 Mo

IV : T4 No Mo, semua T N2 M1, semua T semua N dan M.

E. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan laring dengan kaca laring atau laringoskopi langsung dapat menunjukkan kanker dengan jelas. Tempat yang sering timbul kanker dapat dilihat pada gambar. Sinar X dada,scan tulang, untuk mengidentifikasi kemungkinan metastase. Darah lengkap, dapat menyatakan anemi yang merupakan masalah umum. Laringografi dapat dilakukan dengan kontras untuk pemeriksaan pembuluh darah dan pembuluh limfe., Kemudian laring diperiksa dengan anestesi umum dan dilakukan biopsi pada kanker. Gigi yang berlubang, sebaiknya dicabut pada saat yang sama.

F. Medical Managament

Pada kasus karsinoma laring dapat dilakukan pengobatan dengan radiasi dan pengangkatan laring (Laringektomi). Pengobatan dipilih berdasar stadiumnya. Radiasi diberikan pada stadium 1 dan 4. Alasannya mempunyai keuntungan dapat mempertahankan suara yang normal, tetapi jarang dapat menyembuhkan kanker yang sudah lanjut, lebih-lebih jika sudah terdapat pembesaran kelenjar leher. Oleh karena itu radioterapi sebaiknya dipergunakan untuk penderita dengan lesi yang kecil saja tanpa pembesaran kelenjar leher. Kasus yang ideal adalah pada kanker yang terbatas pada satu pita suara, dan masih mudah digerakkan. Sembilan dari sepuluh penderita dengan keadaan yang demikian dapat sembuh sempurna dengan radioterapi serta dapat dipertahankannya suara yang normal. Fiksasi pita suara menunjukkan penyebaran sudah mencapai lapisan otot. Jika kanker belum menyebar ke daerah supraglotik atau subglotik, lesi ini masih dapat diobati dengan radioterapi, tetapi dengan prognosis yang lebih buruk.

Penderita dengan kanker laring yang besar disertai dengan pembesaran kelenjar limfe leher, pengobatan terbaik adalah laringektomi total dan diseksi radikal kelenjar leher. Dalam hal ini masuk stadium 2 dan 3. Ini dilakukan pada jenis kanker supra dan subglotik. Pada penderita ini kemungkinan sembuh tidak begitu besar, hanya satu diantara tiga penderita akan sembuh sempurna. Laringektomi diklasifikasikan kedalam :

  1. Laringektomi parsial. Kanker yang terbatas pada pengangkatan hanya satu pita suara dan trakeotomi sementara yang di lakukan untuk mempertahankan jalan napas. Setelah sembuh dari pembedahan suara pasien akan parau.
  2. Hemilaringektomi atau vertikal. Bila ada kemungkinan kanker termasuk pita suara satu benar dan satu salah. Bagian ini diangkat sepanjang kartilago aritenoid dan setengah kartilago tiroid. Trakeostomi sementara dilakukan dan suara pasien akan parau setelah pembedahan.
  3. Laringektomi supraglotis atau horisontal. Bila kanker berada pada epiglotis atau pita suara yang salah, dilakukan diseksi leher radikal dan trakeotomi. Suara pasien masih utuh atau tetap normal. Karena epiglotis diangkat maka resiko aspirasi akibat makanan peroral meningkat.
  4. Laringektomi total.Kanker tahap lanjut yang melibatkan sebagian besar laring, memerlukan pengangkatan laring, tulang hihoid, kartilago krikoid,2-3 cincin trakea, dan otot penghubung ke laring. Mengakibatkan kehilangan suara dan sebuah lubang ( stoma ) trakeostomi yang permanen. Dalam hal ini tidak ada bahaya aspirasi makanan peroral, dikarenakan trakea tidak lagi berhubungan dengan saluran udara – pencernaan. Suatu sayatan radikal telah dilakukan dileher pada jenis laringektomi ini. Hal ini meliputi pengangkatan pembuluh limfatik, kelenjar limfe di leher, otot sternokleidomastoideus, vena jugularis interna, saraf spinal asesorius, kelenjar salifa submandibular dan sebagian kecil kelenjar parotis (Sawyer, 1990). Operasi ini akan membuat penderita tidak dapat bersuara atau berbicara. Tetapi kasus yang dermikian dapat diatasi dengan mengajarkan pada mereka berbicara menggunakan esofagus (Esofageal speech), meskipun kualitasnya tidak sebaik bila penderita berbicara dengan menggunakan organ laring. Untuk latihan berbicara dengan esofagus perlu bantuan seorang binawicara.

Bab 2

Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

Pemeriksaan Fisik, meliputi :

Integritas Ego

Gejala : Perasaan takut akan kehilangan suara,mati, terjadi atau berulangnya kanker. Kuatir bila pembedahan mempengaruhi hubungan keluarga, kemampuan kerja dan keuangan.

Tanda : Ansietas, depresi, marah dan menolak operasi.

Makanan Atau Cairan

Gejala :Kesulitan menelan.

Tanda : Kesulitan menelan, mudah tersedak, sakit menelan, sakit tenggorok yang menetap.Bengkak, luka. Inflamasi atau drainase oral, kebersihan gigi buruk. Pembengkakan lidah dan gangguan gag reflek.

Higiene

Tanda : kemunduran kebersihan gigi. Kebutuhan bantuan perawatan dasar.

Neurosensori

Gejala : Diplopia (penglihatan ganda), ketulian.

Tanda : Hemiparesis wajah (keterlibatan parotid dan submandibular). Parau menetap atau kehilangan suara (gejala dominan dan dini kanker laring intrinsik). Kesulitan menelan. Kerusakan membran mukosa.

Nyeri Atau Kenyamanan

Gejala : Sakit tenggorok kronis, benjolan pada tenggorok. Penyebaran nyeri ke telinga, nyeri wajah (tahap akhir, kemungkinan metastase). Nyeri atau rasa terbakar dengan pembengkakan (kususnya dengan cairan panas), nyeri lokal pada orofaring. Pascaoperasi : Sakit tenggorok atau mulut (nyeri biasanya tidak dilaporkan kecuali nyeri yang berat menyertai pembedahan kepala dan leher, dibandingkan dengan nyeri sebelum pembedahan).

Tanda : Perilaku berhati-hati, gelisah, nyeri wajah dan gangguan tonus otot.

Pernapasan

Gejala : Riwayat merokok atau mengunyah tembakau. Bekerja dengan debu serbuk kayu, kimia toksik atau serbuk, dan logam berat. Riwayat penyakit paru kronik. Batuk dengan atau tanpa sputum. Drainase darah pada nasal.

Tanda : Sputum dengan darah, hemoptisis, dispnoe ( lanjut ), dan stridor.

Keamanan

Gejala : Terpajan sinar matahari berlebihan selama periode bertahun-tahun atau radiasi.Perubahan penglihatan atau pendengaran.

Tanda : Massa atau pembesaran nodul.

Interaksi Sosial

Gejala : masalah tentang kemampuan berkomunikasi, dan bergabung dalam interaksi sosial.

Tanda : Parau menetap,perubahan tinggi suara, bicara kacau, enggan untuk bicara,dan menolak orang lain untuk memberikan perawatan atau terlibat dalam rehabilitasi.

Pemeriksaan Diagnosis

· CT Scan dan menelan barium mungkin menunjukkan adanya massa

· Laringoskopi memungkinkan terlihatnya gambaran langsung dari tumor dan pengambilan sampel dari tumor untuk memperkuat diagnosa.

B. Diagnosa Keperawatan

1) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan laringektomi, merokok, gangguan kemampuan untuk bernapas, batuk dan menelan, serta sekresi banyak dan kental.

2) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan ansietas, posisi tubuh, nyeri.

3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolar, ketidakseimbangan perfusi-ventilasi

4) Nyeri berhubungan dengan cedera pada organ pernapasan

5) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan laringektomi, ketidakmampuan untuk menelan, inflamasi atau drainase oral, kebersihan gigi buruk

6) Ansietas berhubungan dengan terpajan toksin, stress, ancaman kematian, ancaman atau perubahan pada status kesehatan, ancaman atau perubahan status ekonomi.

7) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri kronis, perubahan respon pernapasan terhadap aktivitas.

C. Perencanaan Keperawatan

ü DP1 :

· Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan laringektomi, merokok, gangguan kemampuan untuk bernapas, batuk dan menelan, serta sekresi banyak dan kental.

Batasan karakteristik :

Subyektif :

- Dispnea

Obyektif :

- Sulit bernapas

- Sulit berbicara

- Perubahan pada frekwensi atau kedalaman pernapasan,

- Penggunaan otot aksesori pernapasan,

- Bunyi napas tidak normal,

- Sianosis.

Tujuan / kriteria evaluasi

- Mudah untuk bernapas

- Bisa bersuara

- Mempunyai irama dan frekuensi pernapasan dalam rentang yang normal

- Bunyi napas bersih dan jelas

- Tidak sesak napas

- Tidak sianosis

Hasil :

Bisa mempertahankan kepatenan jalan napas dengan bunyi napas bersih atau jelas.

Intervensi

Intervensi

Rasionalisasi

Mandiri

1. Awasi frekwensi atau kedalaman pernapasan.Auskultasi bunyi napas. Selidiki kegelisahan, dispnea, dan sianosis.

Perubahan pada pernapasan, adanya ronki,mengi,diduga adanya retensi sekret.

2. Tinggikan kepala 30-45 derajat.

Memudahkan drainase sekret, kerja pernapasan dan ekspansi paru.

3. Dorong menelan bila pasien mampu.

Mencegah pengumpulan sekret oral menurunkan resiko aspirasi. Catatan : menelan terganggu bila epiglotis diangkat atau edema paskaoperasi bermakna dan nyeri terjadi.

4. Dorong batuk efektif dan napas dalam.

Memobilisasi sekret untuk membersihkan jalan napas dan membantu mencegah komplikasi pernapasan.

5. Hisap selang laringektomi atau trakeotomi, oral dan rongga nasal. Catat jumlah, warna dan konsistensi sekret.

Mencegah sekresi menyumbat jalan napas, khususnya bila kemampuan menelan terganggu dan pasien tidak dapat meniup lewat hidung.

6. Observasi jaringan sekitar selang terhadap adanya perdarahan. Ubah posisi pasien untuk memeriksa adanya pengumpulan darah dibelakang leher atau balutan posterior.

Sedikit jumlah perembesan mungkin terjadi. Namun perdarahan terus-menerus atau timbulnya perdarahan tiba-tiba yang tidak terkontrol dan menunjukkan sulit bernapas secara tiba-tiba.

7. Ganti selang atau kanul sesuai indikasi.

Mencegah akumulasi sekret dan perlengketan mukosa tebal dari obstruksi jalan napas. Catatan : ini penyebab umum distres pernapasan atau henti napas pada paskaoperasi.

Kolaborasi

1. Berikan humidifikasi tambahan, contoh tekanan udara atau oksigen dan peningkatan masukan cairan.

Fisiologi normal ( hidung) berarti menyaring atau melembabkan udara yang lewat.Tambahan kelembaban menurunkan mengerasnya mukosa dan memudahkan batuk atau penghisapan sekret melalui stoma.

2. Awasi seri GDA atau nadi oksimetri, foto dada.

Pengumpulan sekret atau adanya ateletaksis dapat menimbulkan pneumonia yang memerlukan tindakan terapi lebih agresif.

ü DP 2 :

· Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan ansietas, posisi tubuh, nyeri.

Batasan karakteristik :

Subyektif :

- Napas pendek

- Dispnea

Obyektif :

-

- Sulit berbicara

- Perubahan pada frekwensi atau kedalaman pernapasan,

- Penggunaan otot aksesori pernapasan,

- Bunyi napas tidak normal,

- Sianosis.

Tujuan / kriteria evaluasi

- Mudah untuk bernapas

- Bisa bersuara

- Mempunyai irama dan frekuensi pernapasan dalam rentang yang normal

- Bunyi napas bersih dan jelas

- Tidak sesak napas

- Tidak sianosis

Hasil :

Bisa mempertahankan kepatenan jalan napas dengan bunyi napas bersih atau jelas.

0 komentar:

By :
Free Blog Templates