A. MASA NIFAS
1) Masa Nifas (Puerperium) adalah masa pulih kembali mulai dari partus selesai
sampai alat – alat kandungan kembali seperti pra hamil, lamanya 6-8 minggu.
( Rustam Muchtar, 1998 : 115 )
2) Masa Nifas adalah masa sesudah persalinan terhitung dari saat selesai persalinan sampai pulihnya kembali alat kandungan ke keadaan sebelum hamil.
( Perawatan Ibu Di Pusat Kesehatan Masyarakat, 1987 : 95 )
3) Kala Puerperium berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari merupakan waktu yang diperlukan untuk pulihnya alat kandungan pada keadaan yang normal, dijumpai 2 kejadian pada puerperium yaitu involusio dan proses laktasi.
( Ida Bagus Gde Manuaba, 1998 : 190 )
4) Masa Puerperium atau Masa Nifas mulai setelah partus selesai dan berakhir kira – kira 6 minggu, akan tetapi seluruh alat genital baru pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan. ( Ilmu Kandungan, 1999 : 237 )
5) Masa Nifas atau Puerperium adalah masa setelah partus selesai dan setelah kira – kira 6 minggu. ( Kapita Selekta Kedokteran, 1999 )
6) Masa Nifas dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat – alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, masa nifas berlangsung kira – kira 6 minggu.
( Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002 : 23 )
7) Masa Nifas adalah masa setelah persalinan sampai 6 minggu setelah persalinan.
( Pedoman Penanganan Pertolongan Persalinan dan Nifas Bagi Petugas Puskesmas, 1993 : 4 )
B. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM REPRODUKSI PADA MASA NIFAS
1. Perubahan Pada Uterus
a. Perubahan Pada Pembuluh Darah Uterus
Kehamilan yang sukses membutuhkan peningkatan aliran darah uterus
yang cukup besar. Untuk menyuplainya, arteri dan vena di dalam uterus terutama di plasenta menjadi luar biasa membesar, begitu juga pembuluh darah ke dan dari uterus, pembentukan pembuluh – pembuluh darah baru juga akan menyebabkan peningkatan aliran darah yang bermakna. Setelah kelahiran, kaliber pembuluh darah ekstrauterin berkurang sampai mencapai, atau paling tidak mendekati keadaan sebelum hamil.
Di dalam uterus nifas, pembuluh darah mengalami obliterasi akibat perubahan hialin, dan pembuluh – pembuluh yang lebih kecil menggantikannya. Resorpsi residu hialin dilakukan melalui suatu proses yang menyerupai proses pada ovaruium setelah ovulasi dan pembentukan korpus luteum. Namun, sisa – sisa di dalam jumlah kecil dapat bertahan selama bertahun – tahun.
b. Perubahan Pada Serviks dan Segmen Bawah Uterus
Tepi luar serviks, yang berhubungan dengan os eksternum, biasanya mengalami laserasi terutama di bagian lateral. Ostium serviks berkontraksi perlahan, dan beberapa hari setelah bersalin ostium serviks hanya dapat ditembus oleh dua jari. Pada akhir minggu pertama, ostium tersebut telah menyempit. Karena ostium menyempit, serviks menebal dan kanal kembali terbentuk. Meskipun involusi telah selesai, os eksternum tidak dapat sepenuhnya kembali ke penampakannya sebelum hamil. Os ini tetap agak melebar, dan depresi bilateral pada lokasi laserasi menetap sebagai perubahan yang permanen dan menjadi cirri khas serviks para. Harus diingat juga bahwa epitel serviks menjalani pembentukan kembali dalam jumlah yang cukup banyak sebagai akibat kelahiran bayi.
Segmen bawah uterus yang mengalami penipisan cukup bermakna akan berkontraksi dan tertarik kembali, tapi tidak sekuat pada korpus uteri. Dalam waktu beberapa minggu, segmen bawah telah mengalami perubahan dari sebuah struktur yang tampak jelas dan cukup besar untuk menampung hamper seluruh kepala janin, menjadi isthmus uteri yang hampir tak terlihat dan terletak diantara korpus uteri diatasnya dan os eksternum serviks dibawahnya.
c. Involusi Korpus Uteri
Segera setelah pengeluaran plasenta, fundus korpus uteri yang berkontraksi terletak kira – kira sedikit di bawah umbilicus. Korpus uteri kini sebagian besar terdiri atas miometrium yang dibungkus lapisan serosa dan dilapisi desidua basalis. Dinding anterior dan posteriornya saling menempel erat, masing – masing tebalnya 4 sampai 5 cm. Karena pembuluh darah tertekan oleh miometrium yang berkontraksi, uterus nifas pada potongan tampak iskemik bila dibandingkan dengan uterus hamil yang hiperemesis dan berwarna ungu kemerah – merahan. Setelah 2 hari pertama, uterus mulai menyusut, sehingga dalam 2 minggu orga ini telah turun ke rongga panggul sejati. Organ ini mencapai ukuran seperti semula sebelum hamil dalam waktu sekitar 4 minggu. Uterus segera setelah melahirkan mempunyai berat sekitar 1000 gram. Akibat involusi, 1 minggu kemudian beratnya sekitar 500 gram, pada akhir minggu kedua turun menjadi sekitar 300 gram, dan segera setelah itu menjadi 100 gram atau kurang. Jumlah total sel otot tidak berkurang banyak ; namun, sel – selnya sendiri jelas sekali berkurang ukurannya. Involusi rangka jaringan ikat terjadi sama cepatnya.
Karena pelepasan plasenta dan membran – membran terutama terjadi di stratum spongiosum, desidua basalis tetap berada di uterus. Desidua yang tersisa mempunyai bentuk bergerigi tak beraturan, dan terinfiltrasi oleh darah, khususnya di tempat melekatnya plasenta.
d. Lokhia
Pada masa awal nifas, peluruhan jaringan desidua menyebabkan keluarnya
discharge vagina dalam jumlah bervariasi yang disebut lokhia. Secara
mikroskopis, lokhia terdiri atas eritrosit, serpihan desidua, sel – sel epitel, dan bakteri. Mikroorganisme ditemukan pada lokhia yang menumpuk di vagina dan pada sebagian besar kasus juga ditemukan bahkan bila discharge diambil dari rongga uterus.
Selama beberapa hari pertama setelah melahirkan, kandungan darah dalam lokhia cukup banyak sehingga warnanya merah – lokhia rubra. Setelah 3 atau 4 hari, lokhia menjadi sangat memucat – lokhia serosa. Setelah sekitar 10 hari, akibat campuran leukosit dan berkurangnya kandungan cairan, lokhia menjadi berwarna putih atau putih kekuning – kuningan. – lokhia alba.
e. Regenerasi Endometrium
Dalam waktu 2 atau 3 hari setelah melahirkan, sisa desidua berdiferensiasi
menjadi dua lapisan. Stratum superficial menjadi nekrotik, dan terkelupas bersama lokhia. Stratum basal yang bersebelahan dengan miometrium tetap utuh dan merupakan sumber pembentukan endometrium baru. Endometrium terbentuk dari proliferasi sisa – sisa kelenjar endometrium dan stroma jaringan ikat antar kelenjar tersebut.
Proses regenerasi endometrium berlangsung cepat, kecuali pada tempat
melekatnya plasenta. Dalam satu minggu atau lebih, permukaan bebas menjadi
tertutup oleh epitel dan seluruh endometrium pulih kembali dalam minggu ketiga.
f. Sub Involusi
Istilah ini menggambarkan suatu keadaan menetapnya atau terjadinya
retardasi involusi, proses yang normalnya menyebabkan uterus nifas kembali ke bentuk semula. Proses ini disertai pemanjangan masa pengeluaran lokhia dan perdarahan uterus yang berlebihan atau irregular dan terkadang juga disertai perdarahan hebat. Pada pemeriksaan bimanual, uterus teraba lebih besar dan lebih lunak dibanding normal untuk periode nifas tertentu. Penyebab subinvolusi yang telah diketahui antara lain retensi potongan plasenta dan infeksi pamggul. Karena hampir semua kasus subinvolusi disebabkan oleh penyebab local, keadaan ini biasanya dapat diatasi dengan diagnosis dan penatalaksanaan dini pemberian ergonovin (ergotrate) atau metilergonovin (methergine) 0,2 mg setiap 3 atau 4 jam selama 24 sampai 48 jam direkomendasikan oleh beberapa ahli. Namun efektivitasnya dipertanyakan. Di lain pihak, metritis berespon baik terhadap terapi antibiotic oral.
g. Involusi Tempat Melekatnya Plasenta
Segera setelah kelahiran, tempat melekatnya plasenta kira – kira berukuran
sebesar telapak tangan, tetapi dengan cepat ukurannya mengecil. Pada akhir minggu kedua, diameternya hanya 3 sampai 4 cm. Dalam waktu beberapa jam setelah kelahiran, tempat melekatnya plasenta biasanya terdiri atas banyak pembuluh darah yang mengalami thrombosis yang selanjutnya mengalami organisasi thrombus secara khusus.
2. Perubahan Pada Traktus Urinarius
Kehamilan normal biasanya disertai peningkatan cairan ekstraseluler yang cukup
bermakna, dan diuresis masa nifas merupakan kebalikan fisiologis dari proses ini. Diuresis biasanya terjadi antara hari kedua dan kelima. Bahkan bila wanita tersebut tidak mendapat infuse cairan intravena yang berlebihan selama persalinan dan kelahiran. Rangsang untuk retensi cairan akibat hiperestrogenisme terinduksi kehamilan dan peningkatan tekanan vena pada setengah bagian bawah tubuh akan berkurang setelah kelahiran, dan hipervolemi residual akan menghilang. Pada preeclampsia, baik retensi cairan antepartum maupun diuresis postpartum dapat sangat meningkat.
Kandung kemih masa nifas mempunyai kapasitas yang bertambah besar dan relative tidak sensitive terhadap tekanan cairan intravesika. Overdistensi pengosongan yang tidak sempurna dan urine residual yang berlebihan sering dijumpai. Pengaruh anestesi terutama anestesi regional yang melumpuhkan, dan gangguan tenporer fungsi saraf kandung kemih, tidak diragukan perannya. Urine residual dan bakteriuria pada kandung kemih yang mengalami cedera, ditambah dilatasi pelvis renalis dan ureter, membentuk kondisi yang optimal untuk terjadinya infeksi saluran kemih. Ureter dan pelvis renalis yang mengalami dilatasi akan kembali ke keadaan sebelum hamil mulai dari minggu ke 2 sampai ke 8 setelah kelahiran.
3. Relaksasi Muara Vagina dan Prolapsus Uteri
Pada awal masa nifas, vagina dan muara vagina membentuk suatu lorong luas
berdinding licin yang berangsur – angsur mengecil ukurannya tapi jarang kembali ke bentuk nulipara. Rugae mulai tampak pada minggu ketiga. Himen muncul kembali sebagai kepingan – kepingan kecil jaringan, yang setelah mengalami sikatrisasi akan berubah menjadi carunculae mirtiformis.
Laserasi luas perineum saat kelahiran akan diikut relaksasi introitus. Bahkan bila
tak tampak laserasi eksterna, peregangan berlebih akan menyebabkan relaksasi nyata. Lebih lanjut, perubahan pada jaringan penyangga panggul selama persalinan merupakan predisposisi prolaps uteri dan inkontenensia uri stress. Pada umumnya, operasi korektif ditunda hingga seluruh proses persalinan selesai, kecuali tentu saja terdapat kecacatan serius, terutama inkontinensia uri akibat stress, yang menimbulkan gejala – gejala yang membutuhkan intervensi.
4. Peritonium dan Dinding Abdomen
Ligamentum latum dan rotundum jauh lebih kendur disbanding kondisi saat tidak
hamil, dan ligament – ligament ini memerlukan waktu yang cukup lama untuk pulih dari peregangan dan pengenduran yang berlangsung selama kehamilan.
Sebagai akibat putusnya serat – serat elastis kulit dan distensi yang
berkepanjangan yang disebabkan uterus hamil, dinding abdomen masih lunak dan kendur untuk sementara waktu. Kembalinya struktur ini ke keadaan normal memerlukan waktu beberapa minggu, tapi pemulihan dapat dibantu dengan olahraga. Selain timbulnya striae yang berwarna keperak – perakan, dinding abdomen biasanya kembali ke keadaan sebelum hamil. Namun, jika otot – ototnya tetap atonik, dinding abdomen akan tetap kendur.
5. Kelenjar Mamae
a. Payudara
Puting susu, areola, duktus & lobus membesar, vaskularisasi meningkat (Breast Engorgement).
b. Laktasi
Masing – masing buah dada terdiri dari 15 – 24 lobi yang terletak terpisah satu sama lain oleh jaringan lemak. Tiap lobus terdiri dari lobuli yang terdiri pula dari acini yang menghasilkan air susu. Tiap lobules mempunyai saluran halus untuk mengalirkan air susu. Saluran – saluran yang halus ini bersatu menjadi satu saluran untuk tiap lobus. Saluran ini disebut ductus lactiferosus yang memusat menuju ke putting susu di mana masing – masing bermuara.
Keadaan buah dada pada 2 hari pertama nifas sama dengan keadaan dalam kehamilan. Pada waktu ini buah dada belum mengandung susu, melainkan colostrum yang dapat dikeluarkan dengan memijat areola mamae. Colostrum adalah cairan kuning yang disekresi oleh payudara pada awal masa nifas.
Progesteron dan estrogen yang dihasilkan plasenta merangsang pertumbuhan kelenjar – kelenjar susu, sedangkan progesterone merangsang pertumbuhan saluran kelenjar. Kedua hormone ini mengerem LTH (prolactin). Setelah plasenta lahir, maka LTH dengan bebas dapat merangsang laktasi.
Pada kira – kira hari ke 3 postpartum, buah dada menjadi besar, keras dan nyeri. Ini menandai permulaan sekresi air susu dan kalau areola mamae dipijat, keluarlah cairan putih dari puting susu.
C. PERUBAHAN PSIKOLOGIS IBU PADA MASA NIFAS
Menjadi orang tua adalah merupakan krisis dari melewati masa transisi. Masa transisi pada postpartum yang harus diperhatikan adalah :
1. Phase Honeymoon
Phase Honeymoon ialah Phase anak lahir dimana terjadi intimasi dan kontak yang lama antara ibu – ayah – anak. Hal ini dapat dikatakan sebagai “ Psikis Honeymoon “ yang tidak memerlukan hal-hal yang romantik. Masing-masing saling memperhatikan anaknya dan menciptakan hubungan yang baru.
2. Ikatan kasih ( Bonding dan Attachment )
Terjadi pada kala IV, dimana diadakan kontak antara ibu-ayah-anak, dan tetap dalam ikatan kasih, penting bagi perawat untuk memikirkan bagaimana agar hal tersebut dapat terlaksana partisipasi suami dalam proses persalinan merupakan salah satu upaya untuk proses ikatan kasih tersebut.
3. Phase Pada Masa Nifas
a. Phase “ Taking in “
Perhatian ibu terutama terhadap kebutuhan dirinya, mungkin pasif dan tergantung berlangsung 1 – 2 hari. Ibu tidak menginginkan kontak dengan bayinya tetapi bukan berarti tidak memperhatikan. Dalam Phase yang diperlukan ibu adalah informasi tentang bayinya, bukan cara merawat bayi.
b. Phase “ Taking hold “
Phase kedua masa nifas adalah phase taking hold ibu berusaha mandiri dan berinisiatif. Perhatian terhadap kemampuan mengatasi fungsi tubuhnya misalnya kelancaran buang air besar hormon dan peran transisi. Hal-hal yang berkontribusi dengan post partal blues adalah rasa tidak nyaman, kelelahan, kehabisan tenaga. Dengan menangis sering dapat menurunkan tekanan. Bila orang tua kurang mengerti hal ini maka akan timbul rasa bersalah yang dapat mengakibatkan depresi. Untuk itu perlu diadakan penyuluhan sebelumnya, untuk mengetahui bahwa itu adalah normal.
4. Bounding Attachment
Pengertian :
Bounding merupakan satu langkah awal untuk mengungkapkan perasaan afeksi ( kasih sayang )
Atachmen merupakan interaksi antara ibu dan bayi secara spesifik sepanjang waktu.
Bounding Atachmen adalah kontak awal antara ibu dan bayi setelah kelahiran, untuk memberikan kasih sayang yang merupakan dasar interaksi antara keduanya secara terus menerus. Dengan kasih sayang yang diberikan terhadap bayinya maka akan terbentuk ikatan antara orang tua dan bayinya.
5. Respon Antara Ibu dan Bayinya Sejak Kontak Awal Hingga Tahap Perkembangannya.
a. Touch ( sentuhan ).
Ibu memulai dengan ujung jarinya untuk memeriksa bagian kepala dan ekstremitas bayinya. Dalam waktu singkat secara terbuka perubahan diberikan untuk membelai tubuh. Dan mungkin bayi akan dipeluk dilengan ibu. Gerakan dilanjutkan sebagai gerakan lembut untuk menenangkan bayi. Bayi akan merapat pada payudara ibu. Menggenggam satu jari atau seuntai rambut dan terjadilah ikatan antara keduanya.
b. Eye To Eye Contact ( Kontak Mata )
Kesadaran untuk membuat kontak mata dilakukan kemudian dengan segera. Kontak mata mempunyai efek yang erat terhadap perkembangan dimulainya hubungan dan rasa percaya sebagai factor yang penting sebagai hubungan manusia pada umumnya. Bayi baru lahir dapat memusatkan perhatian pada suatu obyek, satu jam setelah kelahiran pada jarak sekitar 20-25 cm, dan dapat memusatkan pandangan sebaik orang dewasa pada usia kira-kira 4 bulan, perlu perhatian terhadap factor-faktor yang menghambat proses tersebut
Mis ; Pemberian salep mata dapat ditunda beberapa waktu sehingga tidak mengganggu adanya kontak mata ibu dan bayi
c. Odor ( Bau Badan ).
Indra penciuman bayi sudah berkembang dengan baik dan masih memainkan peranan dalam nalurinya untuk mempertahankan hidup.
Penelitian menunjukan bahwa kegiatan seorang bayi, detak jantung dan pola bernapasnya berubah setiap kali hadir bau yang baru, tetapi bersamaan makin dikenalnya bau itu sibayipun berhenti bereaksi.
Pada akhir minggu I seorang bayi dapat mengenali ibunya dari bau badan dan air susu ibunya.
Indra Penciuman bayi akan sangat kuat, jika seorang ibu dapat memberikan bayinya ASI pada waktu tertentu.
d. Body Warm ( Kehangatan Tubuh )
Jika tidak ada komplikasi yang serius seorang ibu akan dapat langsung meletakan bayinya diatas perut ibu, baik setalah tahap kedua dari proses melahirkan atau sebelum tali pusat dipotong.
Kontak yang segera ini memberikan banyak manfaat baik bagi ibu maupun sibayi kontak kulit agar bayi tetap hangat.
e. Voice ( Suara )
Respon antara ibu dan bayi berupa suara masing-masing orang tua akan menantikan tangisan pertama bayinya. Dari tangisan tersebut ibu merasa tenang karena merasa bayinya baik ( hidup ).
Bayi dapat mendengar sejak dalam rahim, jadi tidak mengherankan bila ia dapat mendengar suara-suara dan membedakan nada dan kekuatan sejak lahir, meskipun suara-suara itu terhalang selama beberapa hari terhalang cairan amniotic dari rahim yang melekat pada telinga.
Banyak Penelitian memperhatikan bahwa bayi-bayi baru lahir bukan hanya mendengar secara pasif melainkan mendengarkan dengan sengaja dan mereka nampaknya lebih dapat menyesuaikan diri dengan suara-suara tertentu daripada yang lain.
Contoh ; suara detak jantung ibu.
f. Entrainment ( gaya bahasa )
BBL menemukan perubahan struktur pembicaraan dari orang dewasa artinya perkembangan bayi dalam bahasa dipengaruhi diatur, jauh sebelum ia menggunakan bahasa dalam berkomunikasi ( komunikasi yang positip )
g. Biorhytmicity ( Irama Kehidupan )
Janin dalam rahim dapat dikatakan menyesuaikan dengan irama alamiah ibunya seperti halnya denyut jantung. Salah satu tugas bayi setelah adalah menyesuaikan irama dirinya sendiri. Orang tua dapat membantu proses ini dengan memberikan perawatan penuh kasih yang secara konsisten dan dengan menggunakan tanda bahaya untuk mengembangkan respon bayi dan interaksi social serta kesempatan untuk belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH. 1989. Sinopsis Obstetri, Obstetri Fisiologi
dan Patologi. Penerbit Buku Kedokteran : EGC
Geoffrey Chamberlain, Sir John Dewhurst. 1994. Obstetri dan Ginekologi.
Edisi 2.Penerbit Widya Medika
F. Gery Cunningham, Norma.F Gant. 2006. Obstetri William. Edisi 2.
Vol. I. Penerbit Buku Kedokteran : EGC
PERUBAHAN PSIKOLOGIS IBU PADA MASA NIFAS
Label: Maternitas
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar